TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual PT Pertamina (Persero) saat ini sudah tak sesuai harga keekonomian. Harga jualnya lebih rendah dibanding harga minyak dunia yang terus melonjak.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan harga keekonomian untuk Premium seharusnya Rp 8.925 per liter, minyak tanah Rp 7.592 per liter, dan solar Rp 9.058 per liter. "Kami menghitungnya dengan formula nilai tukar rupiah dan asumsi harga minyak dunia," kata dia di kantor Indef, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Eko mengasumsikan harga minyak mentah US$ 70 per barel. Ini didasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM yang mencatat rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) hingga Desember 2017 sebesar US$ 60,90 per barel. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika diasumsikan Rp 13.200.
Saat ini, Pertamina menjual Premium senilai Rp 6.550 per liter. Sedangkan Pertamax Rp 8.600 per liter, Pertalite Rp 7.600 per liter, Pertamax Turbo 98 Rp 9.600 per liter, dan Pertamina Dex Rp 9.250 per liter.
Khusus Premium, Eko mencatat terdapat selisih harga jual hingga Rp 2.350 per liter. Dia mengatakan perbedaan ini akan membuat subsidi energi membengkak. Sayangnya, ujar Eko, pemerintah belum menentukan langkah konkret. "Siapa yang akan menanggung dan berapa jumlahnya," kata dia.
Jika Pertamina diminta kembali menanggung selisihnya, ekspansi perusahaan pelat merah itu berpotensi terhambat. Eko mengatakan Pertamina sudah menombok Rp 22 triliun tahun lalu karena perbedaan asumsi harga minyak mentah dengan realisasinya.
Pemerintah mengasumsikan harganya sebesar US$ 48 tapi ternyata melonjak hingga US$ 54 per barel. Dengan kenaikan harga minyak hingga US$ 70 per barel, Eko menuturkan sangat mungkin jumlah yang harus ditombok Pertamina bertambah dua kali lipat tahun ini.
Eko menuturkan pemerintah pasti akan mengevaluasi harga BBM tiap tiga bulan. Dalam proses tersebut, kemungkinan untuk menaikkan harga BBM tetap ada. Namun waktunya berdekatan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada). "Mengumumkan penyesuaian saat itu akan terasa berat," ujarnya.
Dia meminta pemerintah segera mengambil pilihan. Indef menawarkan tiga opsi. Salah satunya adalah meneruskan sebagian atau keseluruhan kenaikan harga minyak global kepada konsumen. Artinya menaikkan harga BBM.
Pilihan lainnya adalah menugaskan Pertamina menanggung selisih harga minyak dengan konsekuensi menurunnya keuntungan dan setoran dividen. Cara lain, yaitu menambah penanaman modal negara (PMN) sebagai konsekuensi dari penugasan tersebut.
Eko mengatakan pemerintah bisa saja memilih salah satu opsi atau mengkombinasikannya. "Yang penting jelas. Sehingga masyarakat, dunia usaha, dan Pertamina bisa membuat perencanaan di 2018," ujarnya.