TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani mencermati kenaikan harga minyak mentah dunia sebagai salah satu tantangan terhadap stabilitas sistem keuangan dalam negeri. Harga komoditas tersebut diperkirakan akan mempengaruhi penerimaan negara dan subsidi bahan bakar minyak.
Sri Mulyani mengatakan harga minyak saat ini berada di kisaran US$ 60 per barel. Harganya berbeda jauh dari asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang dipatok dalam APBN yaitu US$ 48 per barel.
Dia menuturkan perbedaan ini akan berdampak pada APBN. "Utamanya penerimaan yang bersumber dari migas, baik pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2018.
Simak: Ini Strategi Sri Mulyani Genjot Penerimaan Pajak di 2018
Dia menuturkan kontribusinya lebih besar dibandingkan peningkatan belanja karena anggaran belanja yang tidak berubah sehingga secara APBN, pemerintah akan mendapatkan surplus.
Namun kenaikan harga minyak akan membuat tanggungan subsidi energi PT Pertamina dan PT PLN lebih tinggi dari yang dianggarkan dalam APBN. Sri Mulyani memastikan selisih tanggungan itu akan dibayarkan pemerintah. Pembayaran akan dilakukan setelah audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
Dari sisi belanja subsidi, pemerintah akan menyiapkan mekanisme akuntabilitas yang baik mengenai penanggung selisih subsidi dan jumlah tanggungannya. Namun dia menyatakan tak ada perubahan harga bahan bakar minyak tahun ini. "Kami lihat dalam satu tahun ini Undang-Undang APBN tidak mengindikasikan adanya perubahan (harga BBM)," ujar Sri Mulyani.