TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Usaha Logistik (Bulog) Divisi Regional Jawa Barat M. Sugit Tedjomuljono optimistis bisa mencapai target serapan beras tahun ini. “Kami, oleh Bulog Pusat, diarahkan untuk komersial karena rastra (beras sejahtera) sudah tidak ada. Kami harus benar-benar membeli beras kualitas terbaik,” kata Sugit di sela peluncuran Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Bansos Rastra) di Bandung, Senin, 22 Januari 2018.
Sugit mengatakan skema pembelian beras Bulog mulai tahun ini berbeda dengan tahun lalu. “Kalau sekarang komersial, bebas. Kita mau beli model apa, premium boleh, medium boleh, ketan boleh, beras hitam boleh. Harga juga tergantung pasar karena kami menggunakan dana komersial. Harga pasar berapa juga kami ambil, yang penting kami bisa menjual,” ujarnya.
Simak: Bulog Sebut Pasokan Beras di Banyumas Cukup
Tahun lalu, dia mengakui serapan Bulog Jawa Barat jauh di bawah target. Sugit menuturkan, pada 2017, serapan beras Bulog Jawa Barat hanya 396 ribu ton beras atau setara dengan 63,5 persen dari target. "Kami ditargetkan 460 ribu ton, tapi itu bukan target mati. Kita harus melebihi target. Insya Allah kita akan coba di atas itu dan kemungkinannya cukup. Kami sudah mulai jual dan beli," ucapnya.
Daerah serapan beras paling besar berasal dari Kabupaten Cirebon. Sugit mengaku faktor harga menjadi penyebab gagalnya target serapan beras pemerintah tahun lalu. “Bulog itu bagaimana bisa ‘bermain’, di luar harganya sudah tinggi dan harga pembelian ditentukan pemerintah,” tuturnya.
Kendati sudah dibebaskan membeli beras, Sugit berujar pihaknya tetap tidak bisa sembarangan membeli. “Kami bebas, tapi kami harus memilih karena tidak semua kualitas bisa kita ambil,” katanya.
Meski demikian, kata Sugit, Bulog masih punya kewajiban menyiapkan beras cadangan pemerintah. Salah satu sumbernya adalah beras impor. “Impor itu sebenarnya cadangan beras pemerintah. Cadangan beras ini tidak harus digelontorkan ke mana pun. Bulog itu stoknya integrated, stok nasional. Kalau Jabar lebih, kita kirim ke Papua. Tidak perlu khawatir kalau impor harga akan turun. Kami tetap membeli harga (beras cadangan pemerintah) sesuai dengan harga ketentuan pemerintah,” ujarnya.
Sugit menuturkan Bulog juga harus menutupi pendapatan yang biasanya diperoleh dari penyaluran rastra setelah pemerintah mengubah skema bantuannya menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT). “Rastra ini lumayan,” ucapnya tanpa merincinya.
Hingga Juni, di Jawa Barat, Bulog masih menyalurkan bantuan pangan berupa Bansos Rastra dengan total penyaluran menembus 21.953.300 kilogram per bulan untuk 2.195.373 keluarga sejahtera. Bansos Rastra itu diberikan gratis. “Kami hanya penyedia barang,” tutur Sugit.
Sugit optimistis penyaluran Bansos Rastra akan menekan harga beras, yang kini melonjak di konsumen. "Insya Allah kalau ini digelontorkan, seminggu saja, kita akan lihat harga pasti turun karena jumlahnya 21 juta kilogram ini bukan angka sedikit," ujarnya.
Kepala Dinas Sosial Jawa Barat Arifin Harun Kertasaputra mengatakan, tahun ini, pemerintah pusat mengubah bantuan beras bersubsidi menjadi BPNT. “Dulu 15 kilogram dengan subsidi dari pemerintah, masyarakat masih harus bayar Rp 1.600 per kilogram. Sekarang, dengan Bansos Rastra ini, masyarakat dapat 10 kilogram, tapi tidak harus bayar, gratis,” ucapnya kepada Tempo, Senin, 22 Januari 2018.
Arifin menuturkan Bansos Rastra ini ditargetkan hanya sampai Juni 2018. “Mulai Juni nanti sudah tidak menerima beras, tapi uang yang disebut BPNT, bantuan pangan nontunai. Bansos Rastra akan dikurangi bertahap. Februari nanti, ada tiga kabupaten lagi tidak menerima Bansos Rastra, tapi sudah berupa uang. Ini tergantung kemampuan bank Himbara (Himpunan Bank Negara) mencetak kartunya,” tuturnya.
Arifin berujar, hingga saat ini, baru sembilan kota dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat yang sudah memberlakukan BPNT 100 persen lewat penyaluran bantuan senilai Rp 110 ribu per orang per bulan. “Keluarga penerima manfaat di Jawa Barat itu 2,5 juta keluarga yang berhak mendapat bantuan pangan. Dari jumlah itu, 2,1 juta orang masih menerima berupa beras Bansos Rastra. Yang menerima nontunai baru 400 ribuan orang,” katanya.
Menurut Arifin, penerima bantuan nontunai itu sebulan mendapat Rp 110 ribu, yang dikirim lewat kartu. “Tahun ini sementara hanya boleh untuk membeli beras dan telur. Dulu boleh membeli gula dan minyak, sekarang hanya telur dengan beras saja,” ujarnya.