TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo yakin risiko government shutdown di Amerika Serikat berdampak minim bagi perekonomian global maupun di dalam negeri. Pasalnya, struktur ekspor Indonesia yang semakin terdiversifikasi negara tujuan ekspornya telah memperkuat resiliensi ekspor terhadap goncangan eksternal.
"Government shutdown tidak berarti bahwa seluruh fungsi pemerintah AS akan berhenti, fungsi yang penting seperti keamanan nasional masih tetap berjalan," kata Dody, Ahad, 21 Januari 2018.
Baca: Bitcoin Populer, Bank Indonesia: Bukan Alat Pembayaran Sah
Meski begitu, Dody melihat tidak tertutup kemungkinan jika proses persetujuan anggaran berlarut. Hal tersebut akan menyebabkan semakin menurunnya fungsi pelayanan pemerintah federal.
Namun, mengacu pada government shutdown AS yang terjadi sebelumnya, Dody mengungkapkan situasi ini cenderung bersifat temporer dengan dampak ke perekonomian maupun pasar keuangan diperkirakan kecil. "Dampak dari government shutdown terhadap risiko penurunan growth AS pada triwulan I/ 2018 diperkirakan akan dikompensasi dengan growth AS pada triwulan berikutnya, apabila pada akhirnya tercapai kesepakatan anggaran," katanya.
Goldman Sachs sebelumnya memperkirakan dampak shutdown tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan I/2018 hanya sebesar 0,06 persen (yoy). Atau secara tahunan 2018 sebesar 0,015 persen (yoy).
Di pasar keuangan, tambah Dody, aliran modal asing diperkirakan juga tidak akan terpengaruh. Pasalnya, prospek ekonomi Indonesia terus membaik dengan tingkat return yang masih kompetitif.
Tapi BI akan tetap mewaspadai risiko eksternal yang dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi makro. "BI juga terus menyiapkan berbagai langkah antisipasi termasuk memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk meningkatkan resiliensi perekonomian Indonesia. BI juga akan senantiasa melakukan langkah stabilisasi nilai tukar jika diperlukan." kata Dody.