TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah sengkarut impor 500 ribu ton beras, Komisi Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini akhirnya memanggil Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menggelar rapat dengar pendapat. Dari semua anggota Komisi Perdagangan yang hadir, politikus dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, satu-satunya yang secara terus terang menolak kebijakan ini.
"Saya, Rieke Diah Pitaloka, mengajak semuanya (anggota Komisi Perdagangan) untuk tolak impor beras," katanya saat rapat dengar pendapat bersama Komisi Perdagangan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 18 Januari 2018.
Menurut dia, permasalahan yang terpenting saat ini bukanlah soal siapa yang berkewajiban melakukan importasi, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) atau Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog). Namun, kata Rieke, apakah impor diperlukan atau tidak. "Karena persoalannya bukan tidak ada beras di Indonesia, tapi ada kendala geografis yang dialami daerah-daerah tertentu," ujarnya.
Baca: Beras Langka, Bustanul Arifin: Ini Penyebabnya
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan memutuskan mengimpor 500 ribu ton beras untuk mengatasi kenaikan harga. Beras diimpor dari Vietnam dan Thailand melalui PT PPI tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun belakangan importasi oleh PT PPI dibatalkan dan dialihkan ke Bulog.
Rieke juga menyebut ada margin yang dihasilkan untuk setiap kilogram beras impor. Ia lantas mempertanyakan, "Kami minta dijelaskan siapa yang diuntungkan?" Menurut dia, impor tidak bisa dilakukan kalau belum ada data yang bisa dipertanggungjawabkan soal kondisi riil petani. Sebab, kata Rieke, belum jelas siapa yang akan diuntungkan dari kebijakan ini.
Meski menjadi anggota partai pendukung pemerintah, Rieke mengkritik Presiden Joko Widodo yang belum memberikan pernyataan resmi terkait dengan polemik ini. Padahal dalam hal pangan, dia melanjutkan, pemerintahan Jokowi sudah tidak mengimpor beras dalam dua tahun masa pemerintahan.
Enggartiasto Lukita menyebutkan kebijakan impor dibutuhkan untuk menekan harga beras yang terus merangkak naik sejak awal tahun. Impor, kata dia, juga dibutuhkan karena stok beras di Bulog akan terus berkurang karena upaya operasi pasar. "Memang tidak bisa dipaksa turunnya besar karena harus terus ditambah suplainya," ucapnya.