TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat hari ini memanggil Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita untuk menjelaskan alasan impor beras 500 ribu ton. Impor beras ini dilakukan beberapa bulan menjelang panen raya pada Februari dan Maret 2018.
Di depan para wakil rakyat, Enggar menyebutkan impor beras terpaksa dilakukan untuk menambah suplai komoditas pangan itu di dalam negeri. Minimnya pasokan beras itu yang kemudian memicu kenaikan harga beras. "Sejak awal tahun, tren harga beras memang terus naik," katanya di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Jakarta, Kamis, 18 Januari 2018.
Baca: Impor Beras Dinilai Akan Memukul Daya Beli Petani
Menurut Enggar, kenaikan harga beras ini juga diikuti oleh stok beras di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog yang masih belum maksimal. Hingga 17 Januari 2018, kata Enggar, stok beras PSO (Public Service Obligation) Bulog hanya mencapai 854 ribu ton, atau berada di bawah angka psikologis stok sekitar satu juta ton.
Sebelumnya, untuk mengatasi kenaikan harga beras medium, Kementerian Perdagangan memutuskan memutuskan untuk mengimpor 500 ribu ton beras. Beras diimpor dari Vietnam dan Thailand melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau PT PPI tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Saya tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan," katanya.
Namun pihak Kementerian Pertanian justru mempertanyakan langkah dari Enggar. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Sumarjo Gatot Irianto menyebut stok beras nasional saat ini masih mencukupi kebutuhan nasional. Belakangan, importasi oleh PT PPI juga dibatalkan, beralih ke Perum Bulog.
Enggar menambahkan, stok beras di Bulog juga akan terus berkurang karena upaya operasi pasar juga terus dilakukan untuk menekan harga. Rata-rata penyaluran operasi pasar dari 3 hingga 17 Januari 2018, katanya, mencapai 8.902 ton per hari. Lalu sebanyak 462 ribu ton beras lagi akan digelontorkan dari 18 Januari hingga 31 Maret 2018. "Sehingga akhir Maret 2018, diprediksi hanya bersisa 142 ribu ton," ujarnya.
Operasi pasar oleh Bulog dilakukan di lebih 2.500 titik dengan rata-rata penyaluran 10 hingga 13 ribu ton per hari. Operasi pasar yang dilakukan pemerintah cukup efektif menekan harga di pasaran. "Memang tidak bisa dipaksa turunnya besar, karena harus terus ditambah suplainya," kata Enggar.
Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengakui stok beras belum mencapai angka satu juta ton akibat serapan beras yang juga belum mencapai target. Dari target serapan 3,7 juta ton, kata Djarot, Bulog baru bisa menyerap sekitar 2,2 juta ton. "Stok ini juga digunakan untuk Rastra (Beras Sejahtera), operasi pasar, dan kebutuhan bencana alam," ujarnya.
Dengan ditambah dengan sisa stok awal tahun 2017, kata Djarot, maka hingga akhir tahun 2017 stok beras sudah mendekati satu juta ton. Namun, Bulog menghadapi masalah karena kenaikan harga sudah dimulai sejak Desember 2017. "Maka beras dikeluarkan lagi untuk menambah operasi pasar agar harga terkendali," katanya turut menjelaskan peran Bulog dalam impor beras itu.