TEMPO.CO, Jakarta-Managing Director Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan bentuk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia tak lebih baik dari Singapura dan Malaysia. Musababnya, kata Toto, yakni pertumbuhan aset BUMN Indonesia tak sebaik kedua negara jiran tersebut.
"Dalam lima tahun terakhir aset BUMN kedua negara itu mampu mengalami pertumbuhan signifikan," kata Toto di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018.
Baca: Sehari Setelah Dicopot, Edi Sukmoro Kembali Jadi Dirut PT KAI
Toto memaparkan, rasio aset BUMN Singapura, Temasek, terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2012 sebesar 93,87 persen atau senilai Sin$ 361,49 juta, sedangkan pada 2016 menjadi Sin$410,27 juta atau bertumbuh hingga 128,99 persen.
Hal yang sama terjadi pada perkembangan rasio aset BUMN Malaysia, Khazanah. Pada 2012, rasio aset Khazanah terhadap PDB tumbuh sebesar 7,8 persen atau senilai RM 971,25 miliar menjadi RM 1.230,12 miliar. Sedangkan, ujar Toto, aset BUMN Indonesia tetap berada pada kisaran 42,3 persen.
"Bahkan angka ini mengalami penurunan sejak 2013. Besar aset BUMN terhadap PDB pada 2016 menjadi Rp 12.407 triliun," ujarnya.
Toto mengatakan, sepintas tak ada masalah dengan pengelolaan holding BUMN secara parsial seperti saat ini. Sebab, terlepas dari pertumbuhan rasio yang ia sebut tak signifikan tersebut, posisi aset BUMN Indonesia saat ini masih lebih besar dari Malaysia. Posisi aset BUMN terhadap PDB Indonesia, Malaysia, dan Singapura masing-masing sebesar 42,3 persen, 10,77 persen, dan 128,99 persen.
Toto berpendapat pembentukan holding company membuka peluang bisnis yang besar di Indonesia. Terlebih, dia menilai kinerja BUMN relatif baik pada 2017. Toto mengatakan kinerja yang baik ini tampak dari 20 perusahaan pelat merah yang go public di pasar modal dan mencatatkan return of asset yang relatif moderat. "Ini menjadi potensi yang lebih gigantis jika dikelola dengan model holding company," ujar Toto.