TEMPO.CO, Jakarta - Utang Luar Negeri swasta pada November 2017 tercatat sebesar US$ 170,6 miliar atau tumbuh 4,2 persen. Pertumbuhan tersebut menandakan dunia usaha yang mulai bergairah sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi domestik.
Dari data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang dirilis Bank Indonesia, pertumbuhan ULN swasta terkonsentrasi di beberapa sektor antara lain industri pengolahan, finansial, listrik, gas, dan air bersih serta pertambangan.
Baca: BI: Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi USD 347 Miliar
Ekonom Bank Central Asia David E. Sumual menilai peningkatan utang luar negeri cukup baik jika sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Bukan sebaliknya seperti Cina, di mana utang tumbuh melebihi pertumbuhan ekonomi.
David melihat pertumbuhan ULN di sektor industri pengolahan berindikasi baik, terutama ketika industri ini berorientasi ekspor. "Kalau industri pengolahan yang industrinya ekspor terutama akan bagus karena bisa menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa untuk membayar utang," katanya, Selasa, 16 Januari 2018.
Ekspor dari industri pengolahan diketahui masih mendominasi utang luar negeri dengan nilai yang besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain itu, pertumbuhannya juga cukup bagus. Tahun lalu, ekspor industri pengolahan mencapai US$ 125 miliar atau meningkat 13,14 persen dari US$ 110,5 miliar pada 2016.
Selain itu, David menilai peningkatan utang di sektor finansial lebih disebabkan oleh faktor kebutuhan restrukturisasi. Salah satu contohnya, pinjaman sub debt yang dilakukan untuk penguatan neraca keuangan sektor tersebut.
Lebih lanjut, menurut David, pertumbuhan utang luar negeri sektor pertambangan belum signifikan, kendati ekspor barang tambang dan mineral melonjak cukup tinggi tahun lalu. Sepanjang 2017, kenaikan ekspor tambang mencapai 33,71 persen dari US$ 18,2 miliar menjadi US$ 24,3 miliar.
David melihat pertumbuhan yang lamban disebabkan oleh konsolidasi pascapenurunan harga komoditas di pasar dunia sejak 2012 belum usai tahun lalu. "Dari sisi perbankan juga masih berhati-hati menyalurkan kreditnya karena NPL komoditas masih tinggi," tuturnya. Ia memperkirakan pertumbuhan signifikan baru akan terlihat pada tahun ini.