TEMPO.CO, BANDUNG - Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Dewi Sartika membenarkan terjadinya kenaikan harga beras khususnya beras medium di sejumlah wilayah di Jawa Barat.
“Sempat mahal di beberapa tempat untuk beras medium. Bulog sudah operasi pasar, tapi kelihatannya tidak berpengaruh. Mungkin itu yang dibaca pusat, dalam hal ini rencana importasi, itu juga saya baru tahu kalau ada rencana itu dari koran,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 15 Januari 2018.
Simak: Harga Beras di Cipinang Lebih Mahal dari HET
Dewi mengaku khawatir dengan rencana importasi beras yang disebut akan mulai masuk pada Februari 2018 ini karena bersamaan dengan musim panen padi oleh petani di Jawa Barat. “Di awal Februari Jawa Barat sudah mulai panen. Artinya kondisinya (beras) cukup,” kata dia.
Dewi mengatakan kenaikan harga beras medium mulai terlihat jelang Hari Raya Natal. “Mulai 23 Desember 2017, sampai tahun baru. Harganya mulai naik dari Rp 9.500 per kilogram, sampai 10.500 per kilogram untuk beras medium. Padahal Harga Eceran Tertinggi atau HET untuk beras medium itu Rp 9.450 per kilogram,” kata dia.
Kenaikan beras medium di seluruh daerah di Jawa Barat terjadi di Kota Bandung menembus Rp 11 ribuan atau naik 17 persen. Sejumlah kota besar di Jawa Barat juga mencatatkan kenaikan harga beras kelas medium relatif signifikan. “Rata-rata di kota besar itu naik di atas 10 persen. Toleransi kita untuk kenaikan harga beras itu 10 persen,” kata Dewi.
Dewi mencontohkan sudah menerima surat yang diteken walikota Bandung yang meminta Bulog menggelar operasi pasar untuk beras di Kota Bandung akibat kenaikan harga beras tersebut. "Dari suratnya seperti itu,” kata dia.
Dewi mengatakan, persentase kenaikan beras di seluruh Jawa Barat tidak rata. “Kalau di totalin, artinya di seluruh daera di Jawa Barat itu kenaikannya di angka 6,8 persen. Memang kenaikan harga beras terjadi di kota-kota besar, di daerah yang dicatatkan inflasinya oleh BPS,” kata dia.
Dewi mengatakan, kenaikan harga beras di awal tahun relatif bukan barang baru. “Belajar dari tahun-tahun sebelumnya, kalau volatile food seperti beras itu pada Januari hampir selalu mengalami kenaikan. Hampir setiap tahun,” kata dia.
Data produksi padi yang diperolehnya dari Dinas Pertaian Jawa Barat mencatatkan produksinya menembus 12,4 juta ton gabah kering giling. “Kalau 12 juta ton gabah kering giling itu kalau dijadikan beras itu sektiar 8 juta ton. Dipakai sendiri di Jawa Barat itu lebih dari 5 juta ton, masih surplus 3 juta ton,” kata Dewi.
Dewi mengakui, produksi padi Jawa Barat tidak 100 persen dipasarkan di Jawa Barat. Sebagian diperdagangkan ke Jakarta, baru kembali lagi ke Jawa Barat. “Tapi secara keseluruhan daerah Jawa Barat tidak perlu (beras) impor. Tapi keputusan impor itu ada di pusat,” kata dia.
Dia mengklaim, stok beras Jawa Barat aman. “Apalagi nanti pas panen. Sekarang di selatan Jawa Barat masih ada yang panen. Januari ini sebentar lagi panen,” kata Dewi.
Dewi menduga, masalah harga beras ini berada di rantai pasokannya. “Di beberapa pasar, pedagang mengaku biasanya ada yang biasa di kirim 5 ton, hanya dapat setengahnya. Mungkin itu yang memicu. Biasanya kalau urusan harga tinggi itu ada maslah di suplai-demand,” kata dia.
Menurut Dewi, Satgas Pangan bentuk kepolisian sudah turun tangan menelusurinya. “Satgas sudah turun. Sudah menelusuri itu,” kata dia.
Kepala Bidang Operasional Dan Pelayanan Publik, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Barat Sri Emilia Mudiyanti mengatakan, Bulog Jawa Barat sudah menggelar operasi pasar sejak November 2017. “Ada dua jenis pelaksanaan operasi pasarm, yakni Operasi Pasar Dengan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), dan ada yang kita melakukan sendiri untuk stabilitas pangan,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 15 Januari 2018.
Dia mengklaim, operasi pasar beras itu efektif menekan harga. “Sekarang rata-rata beras medium itu juga banyak dicari masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Operasi pasar itu efektif, apalagi langsung dilakukan di kelurahan-kelurahan,” kata Emilia.
Emilia mengatakan, saat ini Bulog mengkonsentrasikan melakukan operasi pasar di pasar tradisional untuk menekan kenaikan harga beras. “Konsentrasinya ke pasar agar bisa menurunkan harga. Kalau ke kelurahan-kelurahan itu, efektifnya biasanya kalau menjelang hari raya keagamaan,” kata dia.
Emilia mengatakan, sejak November 2017 itu, sejumlah kabupaten/kota sudah mengirim surat pada Bulog Jawa Barat meminta agar dilaksanakan operasi pasar CBP. Bulog menjual beras medium di bawah HET, saat ini untuk keperluan operasi pasar dipatok harga penjualan Rp 8.100 per kilogramnya
Total operasi pasar itu sudah dilakukan di 7 kota besar yang menjadi langganan pencatatan inflasi oleh BPS di Jawa Barat Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Tasikmalaya. Belakangan permintaan operasi pasar juga dilayangkan oleh pemda Subang dan Indramayu.
Emilia mengatakan, Bulog menggerojokkan beras sesuai kebutuhan di satu lokasi. Awalnya pada November 2017, perintah operasi pasar datang lewat surat dari Kementerian Perdagangan agar siaga melaksanakannya hingga 31 Maret 2018. Belakangan sejumlah pemerintah kabupaten/kota yang meminta agar Bulog melakukan operasi pasar. “Sebelum bulan Januari itu bisa sekitar 500 ton yang disediakan setiap hari. Sekarang sampai seribuan ton, itu satu hari habis, dilakukan di banyak lokasi,” kata dia.
Permintaan terakhir misalnya diterima Bulog dari pemda Kota Bandung yang meminta agar dilakukan di 10 titik di wilayahnya setiap hari. “Kota Bandung itu hari ini sudah mulai operasi pasar CBP. Itu di kelurahan-kelurahan ada di 10 titik,” kata Emilia.
Emilia mengklaim, stok Bulog untuk operasi beras tersedia. “Stok aman,” kata dia. Sebelumnya, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Barat Hendi Jatnika mengklaim, produksi padi tahun ini masih menembus target. “Produksi 2017, ini dari angka sementara BPS dan Kementerian Pertanian masih sekitar 12,5 juta gabah kering gililing,” kata dia, 6 November 2017.
Target produksi padi Jawa Barat tahun 2017 dipatok 12,5 juta juta ton gabah kering giling.
Menurut Hendi, angka ramalan tahun ini setara dengan produksi beras tahun 2016 yakni 12,5 juta gabah kering giling. “Target kita tahun ini 12,5 juta ton gabah kering gil;ing. Cuman kemarin pada 2016 itu produksi mencapai 12,5 juta ton gabah kering giling, padahal target kita sebenarnya hanya 12,1 juta ton gabah kering giling. Iklim 2016 bagus, sehingga bisa 12,5 juta ton,” kata dia.