TEMPO.CO, Jakarta - Perencana keuangan Finansia Consultant, Eko Indarto, mengatakan masyarakat yang ingin pergi beribadah umrah atau haji harus menyisakan setidaknya 10 persen dari gaji yang didapat setiap bulan. Namun angka tersebut juga disesuaikan dengan kapan umrah atau haji ingin dilaksanakan.
“Makin pendek waktunya, ya, harus makin besar juga dana yang disisihkan setiap bulan,” kata Eko melalui pesan pendek kepada Tempo, Ahad, 14 Januari 2018.
Simak: Dampak Pungutan PPN Saudi ke Biaya Haji dan Umrah
Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) 5 persen per Januari 2018. Kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan pelemahan harga minyak, yang selama ini menjadi komoditas andalan negara petrodolar tersebut. Pengenaan PPN ini berdampak pada biaya umrah dan haji yang akan dikeluarkan jemaah.
Asosiasi Penyelenggara Umrah dan Haji In-Bound Indonesia (Asphurindo) memprediksi bakal terjadi kenaikan biaya perjalanan umrah dan haji 5-10 persen seiring dengan pengenaan PPN 5 persen, yang diberlakukan pemerintah Arab Saudi.
Ketua Asphurindo Syam Resfiadi mengatakan kenaikan itu terjadi pada biaya land arrangement, yang bisa meningkat hingga US$ 50-250 per orang. "Perhitungan kasat mata kenaikan sekitar US$ 50-250, bergantung pada jenis hotel dan kendaraan darat yang kita gunakan di sana," ujarnya kepada Tempo pada Kamis, 4 Januari 2018.
Syam merinci, untuk paket termurah, biaya land arrangement dapat meningkat US$ 50-75. Untuk paket dengan hotel kelas menengah hingga atas, biaya land arrangement mungkin akan naik masing-masing sekitar US$ 75-150 dan US$ 150-250.
Syam mengungkapkan Asphurindo telah meminta anggota asosiasi mulai berhitung dan merinci dampak kenaikan PPN umrah itu. Dia berujar kenaikan juga bakal berimbas ke sektor lain seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik.
KARTIKA ANGGRAENI | BUDIARTI UTAMI PUTRI