TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kebijakan satu peta nasional (one map policy) bisa menjadi solusi perdebatan data produksi beras. Kebijakan itu saat ini masih digodok.
Darmin menuturkan peta nasional mencakup banyak data, mulai dari hutan, pertambangan dan tak terkecuali sawah. Setiap data akan disinkronkan sehingga peta itu bisa dijadikan acuan untuk membuat kebijakan.
Selama ini, setiap instansi menggunakan peta sendiri yang belum tentu sinkron dengan instansi lain sehingga data seringkali tak sesuai dan terjadi tumpang tindih kebijakan. Peta nasional ini akan diluncurkan pada 18 Agustus 2018. "Pada saat itu, pemerintah akan menggunakan basis yang sama untuk data mengenai apapun, termasuk sawah," kata dia di kantornya, Jumat, 12 Desember 2018.
Khusus untuk sawah, Darmin menuturkan ada keinginan pemerintah untuk membuat peta dengan skala yang lebih kecil dari peta nasional. Namun dia menuturkan hal itu membutuhkan banyak waktu.
Keinginan itu didasarkan kepada perbedaan data produksi beras dari sejumlah instansi sehingga data jumlah pasokan beras tak sama. "Dari tahun ke tahun pasti ada ini," ujarnya.
Yang paling baru, terjadi perbedaan data Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan beras. Kementerian Pertanian menyatakan pasokan beras aman untuk mencukupi kebutuhan nasional. Namun Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Beras dari Vietnam dan Thailand itu akan datang akhir bulan ini.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto mempertanyakan keputusan tersebut. "Kementan tidak bisa memahami mengapa Mendag (Menteri Perdagangan) dua hari lalu yang buat pernyataan tidak impor, tapi sekarang balik arah," ujarnya saat dihubungi Tempo, Jumat, 12 Januari 2018.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan kebijakan itu ditempuh untuk menekan harga beras yang melambung akibat pasokan yang kurang. Tambahan stok diharapkan bisa memenuhi kebutuhan nasional sekaligus menekan harga komoditas. "Daripada enggak ada (beras)," ujarnya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat, 12 Januari 2018.
Dia menuturkan beras yang akan diimpor merupakan beras yang tak diproduksi Indonesia. Pemerintah menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia untuk membeli beras tersebut sehingga dana APBN tak tersentuh.
Keputusan itu rupanya didukung Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Menurut Amran, impor 500 ribu ton beras hanya sedikit jika dibandingkan dengan kebutuhan nasional. "Itu sedikit. Kebutuhan nasional per bulan 2,5 juta ton," katanya di lokasi yang sama dengan Enggar. Stok tersebut setara dengan kebutuhan enam hari.