TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essensial Service Reform Fabby Tumiwa mempertanyakan rasio elektrifikasi listrik 2017, yang diumumkan pemerintah mencapai 94,91 persen. “Dari bulan September target tercapai 92 sampai 93 persen, akhir November sampai 94,91 persen, bagaimana bisa melonjak segitu?” ujarnya saat dihubungi Tempo, Jakarta, Kamis, 11 Januari 2018.
Fabby menilai kenaikan 2 persen rasio elektrifikasi listrik sejak September hingga November itu perlu dipertanyakan. Sebab, kata dia, 1 persen kenaikan saja kira-kira mencapai 680 ribu rumah tangga yang perlu teraliri listrik. “Atau sekitar 2,4 juta pelanggan,” katanya.
Baca: Cadangan Listrik 40 Persen Nganggur, Dirut PLN: Tambah Jumlah AC
Selain itu, Fabby berpendapat, hal yang tak kalah penting adalah kualitas pasokan listrik yang telah dialirkan. Sebab, kata dia, pihaknya masih menemukan rumah-rumah yang telah tersambung listrik di beberapa daerah, khususnya Indonesia timur, yang listriknya masih sering padam. “Bisa dalam satu hari kurang dari 15 jam, biasanya 6 sampai 8 jam saja listrik menyala,” ucapnya.
Di sisi lain, Fabby mengatakan rasio elektrifikasi yang dapat tercapai di atas target ini disebabkan program pemerintah dalam mempercepat elektrifikasi perdesaan. Dia menilai, dalam program itu, PT PLN mempercepat eksekusi dengan penambahan dua kali lipat ekstensi jaringan per tahun. “Biasanya 200-300 desa per tahun, mungkin kali ini mereka menambah dengan perluasan jaringan itu,” tuturnya.
Dari data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, rasio kelistrikan 2017 mencapai 94,91 persen, yang melebihi target pemerintah sebesar 92,75 persen. Pada tahun depan, pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi mencapai 95,15 persen.
Rasio elektrifikasi listrik mayoritas daerah di Indonesia sudah di atas 75 persen. Dua provinsi yang masih di bawah 70 persen adalah Nusa Tenggara Timur dan Papua masing-masing 60,74 persen.
Sebelumnya, pemerintah mengemukakan kemajuan megaproyek infrastruktur ketenagalistrikan tahun lalu belum sesuai dengan harapan. Berdasarkan laporan PT PLN (Persero), semua jadwal operasi pembangkit listrik beserta jaringan transmisi dan distribusi meleset dari target.
"Memang masih ada kendala kemampuan kami karena tetek bengek, faktor sosial yang sangat gaduh. Kami mau clear dulu," ujar Direktur Bisnis PLN Regional Jawa Bagian Timur dan Bali Djoko Rahardjo Abumanan di kantor Kementerian Energi.
PLN menyatakan, per 2017, baru ada tambahan kapasitas 1.791 megawatt (MW) dari pembangkit yang beroperasi. Tambahan itu hanya mencapai 50 persen dari target tahun yang sama sebesar 3.513 MW.
Kondisi serupa melanda proyek gardu induk PLN, yang hanya 55 persen dari target. Gardu tambahan yang beroperasi mencapai 11.020 megavolt ampere (MVA). Padahal rencananya kapasitas gardu bisa bertambah 20 ribu MVA.
Adapun progres paling buncit disumbang proyek transmisi. Seharusnya, kapasitas pengaliran setrum tahun ini bisa mencapai 10.270 kilometer sirkuit (kms). Namun realisasinya baru 30 persen atau 3.130 kms.
Program infrastruktur listrik merupakan salah satu fokus pemerintah, yang termasuk program strategis nasional. Presiden Joko Widodo bahkan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan. PLN menjadi petugas untuk memastikan pembangunan pembangkit 35 ribu MW, transmisi 46 ribu kms, dan gardu induk 106 ribu MVA tercapai. Sejauh ini, pemerintah menargetkan seluruh infrastruktur rampung pada 2019.
ROBBY IRFANY