TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Ichsan Firdaus, mendesak pemerintah cepat mengambil langkah terkait dengan naiknya harga beras pada awal 2018. Dia menilai kenaikan harga ini disebabkan oleh data pangan yang bermasalah.
"Data pangan ini bermasalah sehingga membuat pemerintah kurang mampu mengantisipasi gejolak harga beras," ujar Ichsan, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jakarta, Rabu, 10 Januari 2018.
Baca: Tekan Harga, Bulog Sebar 1.800 Titik Operasi Pasar Beras
Harga beras pada awal tahun ini melebihi harga pada periode yang sama tahun lalu. Di Pasar Induk Beras Cipinang, harga beras jenis medium pada akhir pekan lalu mencapai Rp 10.500-11.500. Tahun lalu, harga beras pada awal 2017 sekitar Rp 9.500.
Menurut sejumlah pedagang di Pasar Induk Cipinang, kenaikan harga beras terasa sejak November 2017. Pada periode itu, harga beras medium sudah melebihi Rp 9.500, sedangkan harga eceran tertinggi adalah Rp 9.450 per kilogram.
Ichsan menilai kenaikan harga beras per Januari 2018, khususnya beras medium, dipicu oleh beberapa hal. Salah satunya kebijakan Menteri Pertanian yang mengatur harga beras medium (broken 15 persen) menjadi harga beras premium. "Sehingga menyebabkan kelangkaan beras medium di pasar," katanya.
Ichsan juga berpendapat siklus tanam menjadi salah satu yang menyebabkan harga beras melonjak. Menurut dia, periode Desember ke Februari ini merupakan masa tanam, bukan masa panen. "Sehingga kalau ada pihak yang mengatakan minggu ketiga Januari 2018 itu masa panen, perlu dipertanyakan akurasinya," ucapnya.
Di sisi lain, menurut Ichsan, pemerintah seharusnya memperbaiki kebijakan yang dapat memicu kenaikan harga dan gejolak stok beras nasional. Selain itu, langkah-langkah seperti operasi pasar harus diikuti opsi lain guna menekan harga beras.