TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha menilai polemik perbedaan pendapat antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan berdampak buruk bagi iklim investasi. "Pengusaha pasti akan kembali wait and see," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto, Rabu, 10 Januari 2018.
Pernyataan Yugi menanggapi makin meruncingnya polemik perbedaan pendapat antara Luhut dan Susi mulai Senin lalu. Dalam rapat koordinasi di kantornya, Menteri Luhut meminta Menteri Susi agar menghentikan penenggelaman kapal pencuri ikan untuk tahun ini.
Baca: Susi Diminta Luhut Tak Tenggelamkan Kapal, KKP Jawab Lewat Video
Alasannya, kata Luhut, agar pemerintah bisa fokus menggenjot produksi ikan. Dengan demikian, kata Luhut, ekspor ikan pun bisa terus ditingkatkan. "Kapal juga bisa disita dan dijadikan aset negara, tidak harus ditenggelamkan," ujarnya.
Selang sehari kemudian, Menteri Susi menyampaikan sikapnya lewat video resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diunggah ke YouTube. Menteri Susi mengatakan penenggelaman kapal pencuri ikan yang dilakukan oleh Kementeriannya merupakan perintah Presiden Joko Widodo alias Jokowi. “Pak Jokowi memerintahkan dengan ketegasannya untuk kita bisa mengeksekusi."
Lebih jauh Yugi Prayanto menyebutkan terganggunya iklim investasi karena dua menteri yang saling bertentangan sangat mungkin terjadi. Terlebih karena bisnis kelautan merupakan bisnis jangka panjang. "Tentu pengusaha gak mau buru-buru investasi, takut di tengah jalan ada perubahan aturan," tuturnya.
Yugi berpendapat penenggelaman kapal memang sudah cukup dan bisa dihentikan. Alternatifnya, kapal-kapal pencuri ikan yang ditangkap bisa diserahkan ke nelayan lokal. "Tentu bisa menghasilkan income (pemasukan) dan bayar pajak lagi," katanya. Dengan begitu, produksi ikan nasional bisa digenjot dan pada akhirnya, ekspor ikan pun bisa terus ditingkatkan.
Untuk tahun 2017, nilai ekspor produk perikanan nasional belum banyak berubah dibanding tahun 2016, yaitu sekitar 1,07 juta ton. Angka ini justru turun dibanding tahun 2014 yang mencapai 1,3 juta ton. "Jumlah ekspor produk perikanan ternyata semakin turun, ini dampak turunnya produksi," ucapnya.
Sementara secara nilai, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat ekspor perikanan Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2014, ekspor ikan mencapai nilai US$ 4,6 miliar.
Angka ini kemudian sempat turun di tahun 2015, saat realisasi ekspor ikan hanya mencapai US$ 3,94 miliar, atau jauh melesat target yang dipatok mencapai US$ 5,8 miliar. Seakan menjawab keraguan Menteri Luhut, kenaikan ekspor akhirnya terjadi pada 2016 dengan nilai mencapai US$ 4,17 miliar.