TEMPO.CO, Mamuju - Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Sulawesi Barat menolak penggunaan alat tangkap ikan cantrang karena dapat merusak ekosistem dan biota laut serta merusak lingkungan untuk masa depan generasi muda bangsa. "Kami tidak sepakat alat cantrang digunakan nelayan untuk menangkap ikan," kata koordinator SNI Provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Suyuti, di Mamuju, Selasa, 9 Januari 2018.
Dengan begitu, kata Suyuti, SNI Sulawesi Barat tidak sepakat dengan aksi demo yang akan dilaksanakan Aliansi Nelayan Indonesia di Istana Negara. Sebelumnya, Aliansi Nelayan Indonesia berencana melakukan demo untuk memprotes kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang penggunaan alat tangkap cantrang oleh para nelayan.
Baca: Mengenal Cantrang, Alat Penangkap Ikan yang Diributkan Itu
Menurut Suyuti, SNI menilai larangan pengoperasian cantrang karena dapat mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir, termasuk terumbu karang, dan merusak lokasi pemijahan biota laut.
"Meskipun cantrang menghindari terumbu karang, kelompok-kelompok kecil karang hidup yang berada di dasar perairan akan ikut tersapu sehingga kami menganggap cantrang tetap merusak biota dan ekosistem di laut," tuturnya.
Karena itu, Suyuti mengatakan, untuk mengganti alat tangkap cantrang yang selama ini digunakan nelayan, terdapat tawaran alat tangkap lain, yakni glinet atau bubu. "Alat tangkap glinet dan bubu lebih baik daripada cantrang dan semestinya digunakan nelayan menangkap ikan karena tidak merusak lingkungan." Ke depan, pemerintah juga diharapkan terus memberikan bantuan sarana dan prasarana perikanan untuk nelayan agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika memaparkan hasil penelitian dari sejumlah perguruan tinggi terkait dengan penggunaan cantrang. Berdasarkan hasil penelitian di Brondong, Lamongan, yang dilakukan Institut Pertanian Bogor pada 2009, misalnya, disebutkan hanya 51 persen hasil tangkapan cantrang yang berupa ikan target, sedangkan 49 persen lainnya merupakan nontarget.
Adapun hasil penelitian di Tegal yang dilakukan Universitas Diponegoro pada 2008 menyebutkan penggunaan cantrang hanya dapat menangkap 46 persen ikan target dan 54 persen lainnya nontarget, yang didominasi ikan rucah.
Ikan hasil tangkapan cantrang ini umumnya dimanfaatkan pabrik surimi dan dibeli dengan harga maksimal Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan tangkapan ikan nontarget digunakan sebagai pembuatan bahan tepung ikan untuk pakan ternak.
ANTARA