TEMPO.CO, Kupang - Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini menyerahkan sertifikat hak atas tanah kepada masyarakat di pulau paling selatan Indonesia, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 700 sertifikat diberikan dalam kesempatan tersebut untuk kemudian digenapi hingga mencapai 6.729 sertifikat sesegera mungkin.
Penyerahan sertifikat kepada masyarakat merupakan salah satu perhatian pemerintah sejak tahun lalu. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya sengketa yang terjadi di masyarakat akibat ketiadaan sertifikat hak atas tanah.
Baca: Kaleidoskop 2017 : Dari Jokowi, Sri Mulyani sampai Arini Subianto
Setiap kali ke daerah, Jokowi mengaku banyak yang berkeluh kepadanya soal sengketa tanah. Sebab, dari 126 juta sertifikat yang harus dipegang masyarakat, baru 46 juta yang diberikan. "Jadi masih 80 juta sertifikat yang belum bisa diberikan kepada masyarakat," ujar Presiden di halaman kantor Bupati Rote Ndao, Kelurahan Mokdale, Kecamatan Lobalain, Selasa, 9 Januari 2018.
Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, kepemilikan hak atas tanah memang wajib dibuktikan dengan sertifikat. Sertifikat itu menjadi bukti tertulis yang mendapatkan pengakuan hukum.
Jokowi mengungkapkan, dahulu, penerbitan sertifikat hak atas tanah hanya dilakukan untuk 500 ribu sertifikat di seluruh Indonesia setiap tahun. Sekarang, ia menargetkan penerbitan tersebut dikebut hingga mencapai sembilan juta setiap tahun. Pada 2017 kemarin, pemerintah menargetkan memberikan lima juta sertifikat.
Jokowi lalu membandingkannya dengan masa-masa sebelumnya, ketika dalam kurun waktu satu tahun hanya menerbitkan 500 ribu sertifikat hak atas tanah se-Indonesia. "Bayangkan, kalau kita ngurus sertifikat 80 juta, berarti 160 tahun baru rampung (pembagian sertifikat tanah). Lama sekali," tuturnya.
Seperti biasa, setelah sertifikat itu diterima masyarakat, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengingatkan para pemegang sertifikat berpikir matang sebelum mengagunkan sertifikat miliknya guna mendapatkan tambahan modal usaha. Jokowi tidak melarang sertifikat tersebut untuk dijadikan jaminan selama dana yang didapatkan digunakan untuk hal-hal yang meningkatkan produktivitas.