TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah berkomitmen menggunakan instrumen pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya yakni dengan mengevaluasi fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) berupa tax allowance dan tax holiday.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan melihat kembali penerapan fasilitas tersebut lantaran penerimaan pajak masih minim. "Kami akan lihat kenapa peminatnya kurang, dan apakah bentuk allowance-nya bisa diubah supaya menarik," kata Sri Mulyani usai acara Dialog Makro Fiskal 2017 dan Langkah-langkah Kebijakan Makro Fiskal 2018 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 8 Januari 2018.
Sri Mulyani memaparkan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan kembali terkait tax allowance dan tax holiday ini. Pertama, insentif pajak ini tidak banyak menarik peminat kendati sudah dilonggarkan dan diperluas sektornya. Sejumlah hal perlu diulas mengingat telah banyak perubahan sejak fasilitas tax allowance dan tax holiday itu pertama kali ditetapkan pemerintah.
"Hampir lebih 10 tahun waktu saya jadi Menkeu dahulu kala, waktu itu disusun berdasarkan masukan juga dari BKPM, industri, dan mereka yang mengatakan itu bentuk insentif yang diperlukan, seperti depresiasi yang dipercepat, lost carry forward. Beberapa hal itu mungkin perlu kita review lagi," ujar Sri Mulyani.
Persoalan lain yang perlu diulas kembali, yakni terkait daya kompetisi dan ketersediaan bahan baku. "Tadi masukannya mengenai daya kompetisi, labour weight, ada masalah bahan baku, ya kami akan lihat," ucapnya.
Pengamat pajak Yustinus Prastowo mengatakan tax allowance dan tax holiday sebaiknya dicabut lantaran tidak efektif. Dia berpendapat, revisi dapat dilakukan dengan melihat kebutuhan bisnis terkait. "Mungkin bottom up dari kebutuhan bisnis sektoral yang lebih terkait," ujar Yustinus dalam acara tersebut.