TEMPO.CO, Jakarta - Analis Binaartha Securities, Nafan Aji, menilai rencana perusahaan PT Ratu Prabu Energi Tbk membangun jalur tambahan light rail transit atau LRT di Jakarta dan sekitarnya bakal menimbulkan beban kinerja perusahaan pada masa mendatang. Salah satunya karena perusahaan energi tersebut dinilai belum mampu beralih ke pembangunan infrastruktur seperti LRT.
Nafan menyebutkan total dana pengajuan LRT sekitar Rp 405 triliun sangat jomplang bila dibandingkan dengan total aset Ratu Prabu, yang hanya Rp 2,5 triliun. Besar total aset perusahaan itu tercantum dalam laporan keuangan Ratu Prabu kuartal ketiga sepanjang 2017.
Baca: Garap LRT, Sandiaga Uno Sebut Ratu Prabu Pakai Konsultan Ternama
"Jika proyek dipaksakan berjalan, hal ini akan menambah beban kinerja perusahaan karena membutuhkan sumber pendanaan yang begitu besar,” kata Nafan kepada Tempo, Senin, 8 Januari, 2018.
Karena itu, dalam operasionalisasinya, Nafan menyarankan Ratu Prabu menggandeng rekanan perusahaan yang fokus bergerak di bidang infrastruktur, baik swasta maupun perusahaan pelat merah. "BUMN (badan usaha milik negara) itu harus punya kinerja fundamental yang solid dulu," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku sudah mendengar rencana Ratu Prabu menggarap LRT sejak setahun lalu. "Perusahaan itu sudah sejak tahun lalu menyampaikan kepada kami," katanya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, Ahad, 7 Januari 2018.
Pemerintah menyambut baik rencana Ratu Prabu. Budi menuturkan bantuan pihak swasta untuk membangun infrastruktur sangat diperlukan mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terbatas. Terlebih, perusahaan energi itu menyatakan telah melakukan studi komprehensif dengan menggandeng konsultan asal Amerika Serikat, Bechtel Corporation.
Budi mengaku sudah menawarkan sejumlah rute yang dinilai menarik. Salah satunya jalur LRT menuju Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta dari Bandara Halim Perdanakusuma. Jalur selatan mass rapid transit hingga BSD Tangerang pun dinilai potensial.
VINDRY FLORENTIN