TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menargetkan penerimaan dari pajak sebesar Rp 1.618,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Pada 2017, target pajak yang ditetapkan pemerintah tak tercapai. Realisasi penerimaan dari pajak hingga akhir 2017 mencapai Rp 1.339,8 triliun atau sekitar 91 persen dari target APBN Perubahan sebesar Rp 1.472,7 triliun. Penerimaan pajak nonmigas hanya tercatat sebesar Rp 1.097,2 triliun atau 88,4 persen dari target sebesar Rp 1.241,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk mendongkrak penerimaan pajak, pihaknya akan memanfaatkan data dari otoritas pajak negara. "Ke depan, kami akan melakukan inventarisasi data perpajakan kita," katanya, di Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018.
Data yang dimaksud antara lain yang diperoleh dari program pengampunan pajak serta kebijakan Pertukaran Informasi Secara Otomatis (AeOI) yang berjalan mulai pertengahan 2018. Selain itu, institusi pajak akan menyelaraskan data laporan keuangan para wajib pajak dengan otoritas kepabeanan.
"Kami akan melakukan pelapisan informasi data wajib pajak dengan data kepabeanan agar terjadi konsistensi. Kalau ada wajib pajak yang masih punya tiga-empat versi laporan keuangan, kami rapikan," ujar Sri Mulyani.
Akan dilakukan pula kajian untuk mengurangi beban dari masing-masing kantor pelayanan pajak agar bisa fokus mengamankan penerimaan pajak. Saat ini, beban kerja kantor pelayanan pajak meningkat dan tidak seimbang seiring dengan peningkatan jumlah wajib pajak.
"Dengan peninjauan terhadap KPP dan basis data, mereka bisa bergerak lebih sistematis, terorganisasi, dan tidak ngawur. Jadi tidak semua dikejar-kejar dengan data yang tidak ada," ucapnya.
Sri Mulyani juga mengharapkan sistem insentif yang diberikan pegawai otoritas pajak dapat ikut menjadi pemicu dalam peningkatan penerimaan pajak. Terakhir, kata dia, upaya yang bisa dilakukan untuk mendorong penerimaan pajak pada 2018 adalah memanfaatkan sistem teknologi informasi.
Dia optimistis berbagai upaya itu, juga target penerimaan pajak di 2018 yang lebih realistis, bisa mendukung pencapaian pendapatan dari sektor pajak. "Kami tidak mau dalam situasi ekonomi tertekan, mengejar pajak justru makin membuat kontraksi. Jadi kami perlu berhati-hati menciptakan ruang bernapas ekonomi untuk tumbuh," tutur Sri Mulyani.
ANTARA