TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengumumkan program kebijakan baru terkait layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology alias fintech), pasar uang, dan pasar modal pada 18 Januari 2018.
"Kami concern masalah fintech, bagaimana pendalaman pasar keuangan dan pasar modal supaya lebih aktif lagi. Detailnya nanti," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Menara Prawiro, gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018.
Baca juga: Dorong Solusi Pembayaran, Go-Jek Akusisi 3 Fintech. Siapa Mereka?
Sebelumnya, Wimboh mengatakan OJK akan menerbitkan aturan ihwal hedging (lindung nilai) dan perpetual bonds (obligasi abadi) tahun ini. Wimboh mengatakan aturan-aturan itu disiapkan untuk memberi kemudahan berinvestasi kepada para pelaku pasar.
"Kami sediakan hedging yang lebih kompetitif currency-nya, yang lebih variatif, sehingga investor akan lebih percaya untuk tinggal. Investor yakin, pricingnya lebih terbentuk juga," ujarnya.
OJK, lanjut Wimboh, masih akan terus mengeksplor agar ruang pembiayaan lebih besar dan instrumennya bervariasi. Namun, dia enggan merinci instrumen seperti apa yang bakal diumumkan 18 Januari 2018.
Wimboh sebelumnya mengatakan, OJK juga telah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk membentuk layanan Fintech Center dengan skala nasional. Layanan tersebut berfungsi mengkoordinir penyelenggaraan kegiatan fintech tetap dapat tumbuh dan berkembang tanpa melupakan aspek keamanan dan juga perlindungan konsumen.
"Kami tidak mau nantinya fintech ini disalahgunakan oleh masyarakat. Seperti untuk melakukan tindak pencucian uang, terorist financing dan lain-lain," ujarnya.
Wimboh mengatakan, hingga kini terdapat 27 perusahaan fintech pear to pear lending yang telah terdaftar dan memiliki izin operasi dari OJK. "Ditambah ada 32 perusahaan lagi yang masih dalam proses pendaftaran," ujarnya.
Wimboh berujar bahwa total pembiayaan bisnis fintech hingga kini telah mencapai angka Rp 2,26 triliun dengan total 290.335 peminjam. "Itu jumlah yang cukup besar," ujarnya.