TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mencatat subsidi energi yang digelontorkan pada 2017 membengkak Rp 7,7 triliun. Angka tersebut, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, melebihi anggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017.
Sri Mulyani mengatakan anggaran subsidi energi pada APBN Perubahan sebesar Rp 89,9 triliun. "Sementara realisasinya Rp 97,6 triliun atau mencapai 108,7 persen," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018.
Baca: Sri Mulyani Kritik Perjalanan Dinas Pemda DKI, Ini Kelanjutannya
Sri Mulyani mengatakan pembengkakan subsidi ini disebabkan kenaikan harga minyak mentah dunia yang melebihi perkiraan pemerintah. Pemerintah memproyeksikan harga minyak mentah senilai US$ 48 per barel.
Namun Sri Mulyani menyatakan kenaikan harga minyak mentah itu berdampak positif terhadap APBN, seperti terhadap royalti PNBP. "Dampaknya lebih besar dari melonjaknya anggaran subsidi," katanya.
Kenaikan pengeluaran untuk subsidi energi juga disebabkan adanya pembayaran untuk kurang bayar subsidi pada tahun lalu yang dibebankan pada tahun ini atau carry over. "Ini kan untuk Pertamina dan PLN yang katanya mengalami tekanan, kami belanjakan lebih tinggi dari APBN Perubahan," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, pemerintah mencatat penerimaan pajak sepanjang 2017 sebesar Rp 1.339,8 triliun atau 91 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Meski begitu, menurut Sri Mulyani, pencapaian pajak tersebut cukup baik karena melampaui besaran yang dibukukan pemerintah pada tahun sebelumnya atau naik 4,3 persen dibanding 2016.
“Apabila kami menghilangkan program pengampunan pajak yang tidak berulang, penerimaan pajak Indonesia tumbuh 12,6 persen,” katanya. "Ini menunjukkan peningkatan yang sangat baik dibanding tahun sebelumnya."
Lebih jauh, Sri Mulyani membandingkannya dengan penerimaan pajak pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2015, penerimaan pajak hanya tumbuh 8,2 persen atau hanya 83,3 persen dari target yang dipatok dalam APBN-P 2015.