TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang 2017 sebesar 3,61 persen. Angkanya berada di bawah target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017, yaitu sebesar 4,3 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan inflasi 2017 dipicu kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Tingkat inflasi kelompok tersebut sebesar 5,14 persen dan memiliki andil sebesar 1,24 persen terhadap total inflasi. "Tingginya inflasi ini disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik dan bensin," ucapnya di kantornya, Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018.
Baca: BPS: Inflasi Desember 2017 Dipicu Kenaikan Harga Bahan Makanan
Kelompok lain yang menjadi penyebab inflasi adalah transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 4,20 persen. Berdasarkan komponennya, inflasi sepanjang 2017 dipengaruhi harga yang diatur pemerintah dengan tingkat inflasi 8,70 persen.
Sepanjang 2017, inflasi tertinggi terjadi pada Januari dengan angka 0,97 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi pada bulan tersebut antara lain biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan tarif pulsa ponsel.
BPS mencatat terjadi dua kali deflasi sepanjang 2017, yaitu pada Maret dan Agustus, masing-masing sebesar -0,02 persen dan -0,07 persen. Deflasi pada Agustus terjadi dipicu salah satunya oleh tarif angkutan udara.
Suhariyanto mencatat, inflasi 2017 lebih tinggi dibanding tahun lalu sebesar 3,02 persen. Sejak tiga tahun lalu, inflasi tercatat berada di kisaran 3 persen. Pada 2015, inflasi tercatat sebesar 3,35 persen.
Dia menuturkan pemerintah bisa mempertahankan pencapaian inflasi dengan memperhatikan pola pergerakan inflasi. Tahun lalu, misalnya, inflasi lebih dipengaruhi harga bahan makanan dan makanan jadi yang bergejolak. "Tapi tahun ini volatile food-nya tidak berpengaruh besar karena pengendalian terhadap barang bergejolak pada 2017 lumayan bagus," katanya.