TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah berupaya mendorong perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menerbitkan surat utang (obligasi) tahun ini. Strategi pembiayaan ini diperlukan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur di luar Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Menteri BUMN Rini Soemarno memperkirakan penerbitan obligasi tahun ini akan lebih ramai dibanding pada 2017. Tak hanya obligasi, pemerintah berharap pendanaan melalui skema sekuritisasi dan sindikasi dari perbankan bisa diteruskan. "Untuk proyek available secara komersial, kami upayakan pendanaan dari sindikasi bank dan keluarkan obligasi," kata dia, akhir pekan lalu.
Baca: Ada Gangguan Listrik, BEI: Perdagangan Tetap Berjalan Normal
Menjelang akhir 2017, dua BUMN mendapatkan pinjaman kredit bank. Keduanya yakni PT Hutama Karya (Persero) yang mendapatkan kredit Rp 8,06 triliun dari tujuh bank dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengantongi pinjaman Rp 19,2 triliun.
Melihat kesuksesan PT Jasa Marga (persero) Tbk dalam menerbitkan obligasi internasional Komodo Bond, Rini menyatakan tengah menyiapkan beberapa BUMN untuk mengikuti langkah itu. Namun dia belum bisa memproyeksi nilai obligasi yang diterbitkan.
"Sekarang masuk tahap perhitungan akhir. Kami tidak mau terlalu crowding the market (membanjiri pasar)," ucap dia.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menilai prospek obligasi khususnya di sektor infrastruktur masih akan baik tahun ini. Menurut dia ada dua hal yang bisa dijadikan indikator yakni tingginya kebutuhan biaya proyek infrastruktur dan membaiknya persepsi obligasi, ditandai oleh kenaikan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil oleh lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings. "Persepsi risiko (obligasi) Indonesia pun membaik, terlihat dari penurunan Credit Default Swap (CDS) dalam setahun terakhir," ucapnya, kemarin.
Meski demikian, Josua mengingatkan agar BUMN berhati-hati saat menerbitkan obligasi. Sebab, masih ada perusahaan pelat merah yang tingkat rasio utang terhadap ekuitasnya (Debt to Equitiy Ratio/ DER) sudah tinggi. Dia memperkirakan BUMN cenderung mencari alternatif pembiayaan melalui sekuritisasi aset dari proyek-proyek yang sudah berjalan.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat terjadi lonjakan penerbitan obligasi baru sepanjang 2017. Hingga November 2017 total realisasi penerbitan obligasi korporasi menyentuh Rp 146,1 triliun atau naik 28 persen dibanding 2016 yang mencapai Rp 114 triliun.
Perusahaan BUMN mendominasi dalam hal realisasi penerbitan obligasi yang mencapai Rp 81 triliun atau 55,44 persen dari total emisi. Sedangkan perusahaan non-BUMN menerbitkan total obligasi sebesar Rp 65,1 triliun. Dalam empat tahun terakhir baru di 2017 penerbitan obligasi BUMN melebihi korporasi non-BUMN.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, juga memperkirakan pasar obligasi korporasi diproyeksikan akan lebih semarak tahun ini, menyusul telah dicatatkannya Komodo Bond di Bursa Efek London (London Stock Exchange). "Ke depan, risiko akan menurun dan likuiditas meningkat, didorong perbankan dan asing yang masuk ke Komodo Bond. Produk itu dapat mendorong minat terhadap obligasi korporasi lainnya," ujar dia.
Menurut Handy, masuknya perbankan dan investor asing ke pasar surat utang korporasi akan mendorong meningkatnya aktivitas transaksi, dibanding sebelumnya yang cenderung kurang likuid.Selama ini reksadana terproteksi, dana pensiun, dan asuransi cukup besar menempatkan dananya dalam obligasi korporasi. Handy memproyeksikan pengembalian investasi (return) obligasi pemerintah tahun ini mencapai 7 persen dan obligasi korporasi bisa memberi return yang lebih baik.