TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengelar pertemuan dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Sabtu, 30 Desember 2017. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan bahwa pertemuan tersebut selain untuk berdiskusi juga dalam rangka menjalin kesepakatan dan kerja sama dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
"Kami membicarakan banyak hal salah satunya adalah rencana kerjasama membangun kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan reforma agraria dan akses hutan sosial," kata Siti seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, pada Minggu, 31 Desember 2017.
Baca: Menteri Siti Nurbaya Minta RAPP Taati Aturan
Kebijakan tersebut merupakan Program dari Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. Program tersebut mengalokasikan 12,7 hektar hutan yang digunakan untuk program seperti hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan adat, hutan tanaman rakyat dan hutan mitra.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, KLHK sendiri telah memulai pemberian akses legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan melalui kebijakan perhutanan sosial. Hingga pertengahan Desember 2017, akses legal lahan yang sudah diberikan mencapai 1,33 juta hektar dari target 4,38 juta hektar hingga 2019.
Siti berujar bahwa kebijakan yang dimiliki lembaganya tersebut sejalan dengan agenda-agenda milik salah satu ormas terbesar Islam di Indonesia itu, usai NU mengelar konggres pada Agustus lalu terutama soal distribusi lahan kepada masyarakat. Menurut Siti, kebijakan pemerintah yang sejalan tersebut perlu terutama untuk mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat.
Sementera itu, Ketua Umum PBNU, Kiai Said Aqil Siraj mengatakan bahwa saat ini masih terjadi ketimpangan sosial di masyarakat yang salah satunya diakibatkan oleh tidak meratanya distribusi lahan. "Maka negara memiliki tanggung jawab besar menciptakan keseimbangan ekonomi melalui pendekatan preventif dan kuratif," kata Said.
Karena itu, menurut Said, ada empat jalan keluar yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, menarik kembali tanah yang didistribusikan oleh pemerintah secara berlebihan. Kedua, menarik kembali tanah Hak Guna Usaha yang tidak dimanfaatkan atau dimanfaatkan tetapi tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Ketiga membatasi Hak Guna Usaha untuk pengusaha, baik jumlah lahan maupun waktu pengelolaan dengan prinsip keadilan. Keempat, mendistribusikan tanah yang dikuasai negara untuk fuqara wal masakin (para fakir miskin), baik dalam bentuk tamlik atau ghairu tamlik (membagi dua) dengan prinsip keadilan.