TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development Economics and Finance atau INDEF, Bhima Yudistira menyarankan agar pemerintah fokus pada nilai ketimbang jumlah barang terkait aturan baru batasan barang bawaan dari luar negeri yang bebas bea masuk. Menurut dia, ketentuan berdasarkan jumlah barang dinilai tidak tepat.
“Jadi saya rasa kebijakannya itu kurang tepat, cukup pakai aturan barang diatas US$ 500 mau beli barang apapun dan berapapun kalo masih dibawah US$ 500 tidak usah bayar bea masuk,” kata Bhima saat dihubungi oleh Tempo, Sabtu 30 Desember 2017.
Sebelumnya selain menaikkan nilai maksimal bawaan dari US$ 250 menjadi US$ 500, aturan baru juga membatasi jumlah barang bawaan. Sri Mulyani menyebutkan barang yang dibatasi untuk pembebasan bea masuk tersebut adalah elektronik maksimal dua buah, arloji maksimal dua buah, tas maksimal tiga buah, dan pakaian maksimal 10 potong.
Bima memaparkan bahwa negara-negara maju telah berpatokan pada nilai dibandingkan jumlah barang. Di sisi lain, peraturan yang terlalu ketat nantinya juga akan mengganggu petugas bea cukai di bandara-bandara dan masyarakat itu sendiri.
Bhima menilai ketentuan baru ini sudah cukup tegas. Namun demikian, pemerintah belum maksimal melakukan sosialisasi terkait ketentuan ini. Oleh karena itu, pada tahun 2018, pemerintah diharapkan mampu memberikan penjelasan yang jernih agar masyarakat tidak bingung. Selain itu, sosialisasi ini juga dinilai penting agar masyarakat tak mudah ditipu oleh oknum petugas bea cukai.
"Kalau aturannya tidak tersosialisasi dengan baik saya khawatir banyak oknum bea cukai yang memanfaatkan. Kalau ribet begitu gimana nanti? Patokan mana yang akan dipakai, nanti bisa menimbulkan mispersepsi antara petugas dan wajib pajak," kata dia.
Selain itu, Bhima juga mengkhawatirkan ketidakjelasan ketentuan ini akan berdampak panjang terhadap prosedur bea masuk hingga mengganggu aktivitas penerbangan. Bhima juga mengingatkan konsumsi barang impor yang paling tinggi juga berasal dari sektor e-commerce.
"Oke aturan bea masuk yang pribadinya itu katakanlah direvisi dengan pengawasan lebih bagus, tetapi harus diingat impor konsumsi yang paling tinggi dari e-commerce. Ya itu harusnya juga bisa dikenakan bea masuk," kata dia. Dengan adanya perhatian pada sektor e-commerce, pemerintah bisa menunjukkan konsistensinya untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan barang impor.
Pemerintah mengumumkan batasan baru untuk membawa barang belanjaan impor yang bebas bea masuk dari USD 250 menjadi USD 500 per orang. Selain menaikkan nilai maksimal bawaan dari USD 250 menjadi USD 500, aturan baru juga membatasi jumlah barang bawaan.
Sri Mulyani menjelaskan, jika nilai barang belanjaan di atas USD 500 per orang, akan dikenakan bea masuk 10 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen serta pajak penghasilan (PPh). Adapun PPh untuk pelancong yang memiliki NPWP dan yang tak mempunyai NPWP masing-masing sebesar 7,5 persen dan 15 persen.