TEMPO.CO, Jakarta - Masuknya modal jumbo Cina ke sejumlah perusahaan rintisan digital atau startup dan e-commerce di Tanah Air menjadi topik dalam Kaleidoskop 2017 bidang bisnis ini.
Bertepatan pada hari Kemerdekaan RI, pada 17 Agustus 2017, Tokopedia resmi mengumumkan telah menerima suntikan modal dari e-commerce asal Cina, Alibaba, sebesar US$ 1,1 miliar atau Rp 14,7 triliun.
Baca juga: Startup Pilihan Tempo: Ruangguru, yang Dipuji Jokowi
Chief Executive Officer dan pendiri Tokopedia, William Tanuwijaya mengatakan suntikan modal itu tidak membuat saham Alibaba menjadi mayoritas. "Kami selalu menganggap Alibaba sebagai guru dan teladan kami," kata William.
Menurut William, Tokopedia yang berdiri sejak 2009 ini akan mempertahankan citra dirinya sebagai situs jual beli milik Indonesia. Dan kucuran dana tersebut dimanfaatkan oleh Tokopedia untuk mengembangkan 2 juta merchant baru di Indonesia dan menguatkan pusat riset e-commerce terbesar se-Asia Tenggara.
Sebelumnya, Tokopedia mengumpulkan US$ 100 juta dari SoftBank dan Sequoia pada 2014. Lalu juga ada East Ventures, CyberAgent dan Beenos Partners di antara pendukung awalnya. Rumor sempat menyebutkan, JD.com yang akan mengucurkan dana untuk Tokopedia sejak Mei 2017.
Hampir berbarengan dengan itu, JD.com-raksasa e-commerce asal Cina itu juga sempat dikabarkan memberikan suntikan dana segar ke perusahaan transportasi online, PT Go-Jek Indonesia, sebesar US$ 100 Juta atau senilai Rp 1,35 triliun.
Seperti dilansir Reuters, Go-Jek telah mengumpulkan dana hingga US$ 1 miliar dari investor lama dan baru dalam putaran pendanaan terbarunya dan memiliki pre-money valuation berkisar US$ 2,5 miliar. Sayangnya, baik Go-Jek maupun JD.com menolak berkomentar terkait dengan rencana pembiayaan tersebut.
Saat ini, Indonesia merupakan negara terbesar tempat JD.com berinvestasi di luar Cina, termasuk yang mencakup platform e-commerce dan startup perjalanan Traveloka.
Investasi JD.com di Go-Jek mengikuti perusahaan hiburan online Cina, Tencent Holdings Ltd, yang juga merupakan investor di JD.com. Setidaknya, hingga Juli 2017 lalu, Tescent telah berinvestasi sekitar US$100 juta - US$150 juta (Rp 1,97 Triliun) di Go-Jek.
Baca: Akuisisi Saham, Go-Jek Harus Minta Persetujuan BI
Pesaingnya, Alibaba Group Holding Ltd. menyatakan menginvestasikan USD 1 miliar tambahan atau Rp 13 triliun di pengecer online Asia Tenggara, Lazada Group. Investasi ini membuat kepemilikan Alibaba di Lazada hingga 83 persen.
Menyusul pada pertengahan November lalu, e-commerce Bukalapak mendeklarasikan diri sebagai unicorn baru di Indonesia. CEO Bukalapak Achmad Zaky menyampaikan perusahaan yang dipimpinnya itu memiliki valuasi lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun sehingga pantas masuk ke kelompok unicorn.
"Itu (dananya) dari investasi, tapi saya belum bisa share siapa (investornya). Pokoknya sudah one billion," ujarnya saat ditemui wartawan setelah menghadiri acara diskusi Digital Economic Briefing 2017, yang digelar Tempo Media Group di gedung Indosat Ooredoo Pusat, Jakarta Pusat, 16 November 2017.
Sama halnya dengan Tokopedia, Zaki menyatakan Bukalapak akan tetap mempertahankan kelokalan dalam bisnis yang sudah dirintisnya sejak 2010 itu. Secara struktural kepemilikan, ia menjamin Bukalapak tidak akan jatuh ke tangan asing. "Intinya, kita mau memanfaatkan, bukan dimanfaatkan," ucapnya.
Kemudian di pertengahan Desember 2017, Gojek mengakuisisi tiga startup financial technology (fintech) lokal, yaitu Kartuku, Midtrans, dan Mapan. Namun tidak disebutkan besaran dana yang dikucurkan Go-Jek untuk mengakuisisi ketiga startup itu. Blibli.com memperluas pasar dengan mengakuisisi tiket.com.
ANGELINA ANJAR | M JULNIS FIRMANSYAH | MAYA AYU | MARTHA WARTA SILABAN