TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas Suhendra Wiriadinata membantah pemberitaan yang menyebutkan Sinar Mas, termasuk Asia Pulp and Paper, melakukan pembakaran hutan. “Tidak ada pembakaran hutan oleh APP dan seluruh suppliernya,” kata Suhendra dalam pesan singkat yang diterima Tempo pada Jumat, 22 Desember 2017. Menurut dia, pemberitaan tersebut seperti upaya untuk mendiskreditkan APP.
Ia pun berharap agar masyarakat tidak termakan dengan isu ini. “Indonesia, termasuk seluruh pihak baik pemerintah dan dunia usaha sudah berhasil mencegah kebakaran dalam dua tahun terakhir,” ujar Suhendra.
Baca: KLHK: Titik Api Akibat Kebakaran Hutan Turun 88 Persen
Sebelumnya, The Associated Press (AP) menemukan bahwa perusahaan yang dimiliki oleh dua pegawai Kehutanan Sinar Mas telah mengurangi hutan tropis di pulau Kalimantan sejak tahun 2014. Laporan produksi kehutanan dan industri resmi yang dilihat oleh AP menunjukkan bahwa sebagian dari kayu tersebut telah dijual di pasar lokal dan beberapa telah dijual ke perusahaan yang mengubahnya menjadi pelet yang dipasarkan sebagai sumber energi yang berkelanjutan. Sinar Mas bersumpah pada 2013 untuk menghentikan deforestasi.
Terlepas dari komitmen 2013, untuk mendapatkan persetujuan awal dan informasi dari masyarakat setempat untuk perkebunan baru, Sinar Mas terus mendesak rencana untuk mengubah 66.000 hektar (163.000 hektar) lahan negara di rantai pulau Bangka Belitung dari Sumatra menjadi hutan tanaman industri. Meskipun ada oposisi substansial.
AP menggariskan temuannya ke Sinar Mas lima hari yang lalu. Seorang juru bicara mengatakan akan menanggapi segera. Kelompok lingkungan Greenpeace, yang setelah kampanye panjang memastikan komitmen konservasi dari Sinar Mas pada tahun 2013, mengatakan bahwa pihaknya "khawatir" dan meminta penyelidikan independen mengenai hubungan antara Sinar Mas dan pemasok kayunya.
Sebagai informasi, Indonesia mengurangi hutan hujannya lebih cepat daripada negara lain. Membengkaknya keuntungan segelintir konglomerat kertas dan kelapa sawit sekaligus menyebabkan masalah sosial dan lingkungan yang masif. Kerugian hutan yang cepat dikombinasikan dengan emisi gas rumah kaca telah membuat Indonesia menjadi penyumbang terbesar keempat pemanasan global setelah China, A.S. dan India.
Emisinya membengkak secara dramatis pada tahun 2015 ketika kebakaran musim kemarau membakar 2,6 juta hektar (10.000 mil persegi). Kebakaran menyelimuti sebagian besar wilayah Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand selatan dalam kabut yang merusak kesehatan sehingga sebuah studi di Harvard dan Columbia memperkirakan 100.000 kematian di wilayah tersebut terjadi. Bank Dunia mengatakan bahwa biaya kebakaran Indonesia mencapai $ 16 miliar.
Ada dugaan bencana terjadi karena drainase lahan hutan rawa oleh perusahaan kelapa sawit dan pulp termasuk pemasok Sinar Mas untuk perkebunan industri, membuatnya sangat mudah terbakar.
Terdapat bukti Sinar Mas secara tidak langsung telah melanggar janjinya. Tergambar melalui foto yang berasal dari drone dan gambar satelit seluas 13.000 hektar hutan di Borneo dimana perusahaan perkebunan, Muara Sungai Landak, memiliki izin pemerintah untuk mengeksploitasi. Catatan pemerintah yang melacak pungutan yang dibayarkan perusahaan saat memotong kayu tropis di lahan konsesi semacam itu juga menunjukkan bahwa penggundulan hutan sedang terjadi.
Temuan AP menunjukkan Sinar Mas memiliki tingkat tanggung jawab yang lebih besar terhadap kebakaran musim kemarau tahunan di Indonesia daripada yang sebelumnya diketahui. Indonesia menyetujui lima pemasok Sinar Mas untuk membakar lahan mereka pada tahun 2015 dan Badan Lingkungan Nasional Singapura sedang menyelidiki empat perusahaan yang ditunjuk Sinar Mas sebagai pemasok independen untuk berkontribusi terhadap tingkat kabut yang tidak sehat di negara kota pada tahun 2015
ANDITA RAHMA | WASHINGTON POST