TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengeluarkan hasil pemeriksaan terkait proyek pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) yang tengah dikerjakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hasil pemeriksaan BPK menemukan bahwa ada sebanyak 142 proyek mangkrak dengan total nilai Rp 1,17 triliun yang hilang percuma.
Direktur Eksekutif, Institute for Essential Service Reform, Fabby Tumiwa menilai bahwa banyaknya proyek pembangunan EBT yang mangkrak tersebut karena tidak adanya perencanaan yang matang dan holistik oleh Kementerian ESDM. "Sejak awal mulai dari perencanaan seharusnya melibatkan pemerintah daerah, dan jangan hanya pemerintah daerah itu diminta untuk membuat proposal saja,” katanya kepada Tempo ketika ditemui di kantornya kawasan Tebet, Jakarta pada Selasa, 19 Desember 2017.
Baca: Dirjen Bantah Ratusan Proyek EBT ESDM Disebut Mangkrak
Oleh karena itu, Fabby mengusulkan supaya pembangunan proyek EBT yang dilakukan oleh Kementerian ESDM bisa dilakukan secara sinergis dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah daerah. “Kalau dibenahi itu harus berangkat dari sistem perencanaannya."
Menurut Fabby, perencanaan bersama tersebut sebaiknya juga harus dimulai sejak minimal dua tahun sebelum diputuskannya eksekusi pembangunan proyek EBT. Apalagi salah satu yang menjadi kendala dalam pembangunan proyek EBT tersebut adalah lamanya proses transisi atau pemindahan kepemilikan aset dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Jadi yang sering kali bermasalah, kata Fabby, adalah barang selesai dibangun tapi memindahkan dari aset pemerintah pusat ke pemerintah daerah itu ada prosedurnya dan itu lama. "Kira-kira bisa memakan waktu 6-7 bulan,” ucapnya.
Menurut Fabby, proses pemindahan sangat memakan waktu karena harus melalui prosedur pemeriksaan dan verifikasi di Kementerian Keuangan terkait pencatatan aset negara hingga nantinya keluar Berita Acara Sera Terima (BAST). Belum lagi jika nilai aset pembangunan proyek pembangkit EBT tersebut di atas 10 miliar maka tidak hanya perlu persetujuan Menteri Keuangan tetapi juga perlu persetujuan presiden.
Kemudian, dengan perencanaan EBT yang lebih lama tersebut diharapkan bisa meminimalisir lamanya proses pemindahan aset dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tersebut. Dengan cara itu, kata Fabby, pemerintah daerah jadi lebih memiliki waktu untuk melakukan alokasi anggaran terutama ketika nanti aset tersebut sudah berpindah dari milik pemerintah pusat menjadi pemerintah daerah. “Jadi ketika tahun depan diserahterimakan mereka sudah langsung punya anggaran dan siap untuk beroperasi,” katanya.