TEMPO.CO, Yogyakarta - Presiden Jokowi tampak sangat serius saat berbicara tentang persoalan hutan Indonesia di bekas kampusnya di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Selasa 19 Desember 2017.
Meski acara itu seperti silaturahmi antar-alumni di sela perayaan Dies Natalis UGM ke-68, Jokowi menyinggung persoalan hutan di Indonesia dan masih minimnya manfaat yang bisa dirasakan rakyat.
Baca juga: Jokowi Tegur KLHK: Pengelolaan Hutan Jangan Berorientasi Proyek
“Saya sudah pantau dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai ke NTT, sudah terlalu banyak lahan hutan yang kita telantarkan dan nggak kita urus,” ujar Jokowi dengan ekspresi serius di hadapan para mahasiswa dan dosen Fakultas Kehutanan UGM.
Jokowi menyayangkan sekali kondisi hutan-hutan Indonesia yang terlantar itu karena hutan-hutan itu sebenarnya di tanah yang amat subur, bukan tanah kering dan tandus yang perlu waktu lama untuk perbaikan.
“Kenapa sampai sekarang kita tidak bisa memiliki hutan seperti misalnya mahoni yang sejuta dua juta hektar ?” ujar Jokowi.
Jokowi pun kembali menyinggung soal eforia gerakan tanam pohon berbagai pihak yang seringkali terpaku pada seremonial saja di depannya. Tapi aksi tanam pohon itu sering tak dikawal ke belakang hingga pohon yang ditanam benar-benar hidup dan bermanfaat.
“Padahal duitnya negara itu banyak, triliunan untuk itu, makanya sekarang urusan ini saya kejar terus, duit negara harus jadi pohon hidup, jadi hutan, mana buktinya, saya cek terus," ujar Jokowi.
Di sela bicara banyaknya duit negara terbuang untuk masalah penghijauan hutan, Jokowi pun tampak melemaskan dua telapak tangannya yang dari awal bicara hanya menyatu tergenggam di depan. Jokowi mengibaskan telapak tangannya sejenak lalu posisi menggenggam lagi.
"Seperti marah ya saya, ya saya memang jengkel benar, dan saya selalu tanya ke menteri dan dirjen, mana barangnya, mana pohonnya, saya kan orang lapangan, jadi apapun saya cek, saya kontrol," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, sebenarnya agar hutan Indonesia dapat bermanfaat bagi rakyat caranya tidaklah terlalu sulit. Dengan lahan hutan yang mencapai 12,7 juta hektar, rakyat dilibatkan penuh untuk ikut mengelola. Jokowi menegaskan, harus rakyat yang memiliki.
“Rakyat yang menanam, dan rakyat harus dikorporasikan, rakyat menjadi sebuah grup dan kelompok besar, agar memiliki beribu-ribu hektar, dari situlah rakyat yang menjual hasil hutan ke hilirnya yaitu pabrik,” ujar Jokowi.
Jokowi pun menuturkan, pemerintah pun bisa membagi-bagikan lahan hutan itu agar bisa dikelola rakyat. Kalau perlu pemerintah menyiapkan hilirnya atau pabrik pembeli hasil hutan itu sekalian.
Jokowi menuturkan, cara-cara pengelolaan dari rakyat dan swasta yang menerima hasil hutan untuk mengolahnya itu sudah diterapkan negara-negara yang bisa kaya hanya dari hasil hutan saja seperti Norwegia.
“Bener-bener hutan itu dikelola dari hulu ke hilir, diselesaikan, di sini ada tanam, di sini ada pabriknya, dalam sebuah kawasan, tapi rakyat atau negara yang memiliki,” kata Jokowi .