TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK hari ini resmi meluncurkan Indeks Persepsi Publik Indonesia Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT) Indonesia tahun 2017. Pada tindak pidana pencucian uang, PPATK mencatat persepsi publik terhadap kinerja rezim atau lembaga anti pencucian uang terus menurun.
"Publik menilai kinerja lembaga pengawas dan lembaga regulasi masih belum memuaskan," kata Ali Said, anggota Tim Ahli Survei IPP APUPPT 2017 dari Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik, Badan Pusat Statistik, di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa, 19 Desember 2017.
Lembaga pengawas yang dimaksud terdapat di berbagai sektor seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk perbankan hingga pengawas keuangan di internal perusahaan, sedangkan lembaga regulasi salah satunya adalah PPATK sendiri.
Baca: PPATK: Persepsi Publik dalam Pemberantasan Pencucian Uang Naik
Indeks persepsi publik ini didapat dari hasil survei yang telah dilakukan oleh PPATK bersama sejumlah tim ahli dan akademisi. Sementara untuk teknis survei, PPATK melibatkan PT Surveyor Indonesia untuk menyusun IPP APUPPT 2017 kali ini. Rentang skor maksimum dalam indeks persepsi ini adalah 10 poin.
Dalam survei ini, PPATK mencatat persepsi terhadap kinerja pengawas dan pengatur pencucian uang menurun 0,07 poin, dari 5,02 pada 2016 menjadi 4,95 pada 2017. Untuk kinerja lembaga regulasi juga turun, dari 5,21 pada 2016 menjadi 4,95 pada 2017.
Tak hanya penurunan, sejumlah kenaikan persepsi publik juga dialami sejumlah lembaga. Persepsi publik terhadap kinerja lembaga penegak hukum dan peradilan naik dari 5,66 pada 2016 menjadi 5,74 pada 2017. Lalu kenaikan juga terjadi pada lembaga koordinasi, dari 5,15 pada 2016 menjadi 5,17 pada 2017.
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengakui penurunan indeks persepsi bisa berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. Sebab, persepsi terhadap kinerja pencegahan dan pemberantasan pidana pencucian uang, berkaitan dengan integritas sistem keuangan. "Tapi untuk penurunan ini, saya belum sampai detail, berapa jauh pengaruhnya, dan juga kenapa mengalami penurunan," tuturnya.
Staf PT Surveyor Indonesia, Yudi Riskandar, mengatakan pemilihan sampel survei ini menggunakan kerangka probabilistic sampling dengan pendekatan complex random sampling. Kerangka sampel terdiri dari 11.040 rumah tangga yang tersebar di 1.104 desa kelurahan di 172 kabupaten/kota. Selai itu, survei ini juga melibatkan sebanyak 300 petugas, 172 supervisor, dan 40 koordinator wilayah.