TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Telegram Pavel Durov yang aktif berinvestasi di Bitcoin telah mengantongi 2.000 keping cryptocurrency tersebut. Dia membeli Bitcoin di harga per keping US$ 750 sekitar 4 tahun lalu.
Kini nilai simpanan Bitcoin milik Durov telah melonjak dari US$ 1,5 juta menjadi US$ 35 juta. Durov mengaku optimistis atas masa depan Bitcoin yang disebutnya sebagai emas digital. “Saat ini, hampir seluruh komunitas blockchain dan cryptocurrency berpindah ke Telegram,” ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa, 12 Desember 2017.
Baca: Bitcoin Makin Liar, Deutsche Bank Khawatirkan Dampak Sistemik
Durov juga menegaskan tidak akan menjual Telegram. Durov menolak tawaran US$ 3 miliar—US$ 5 miliar dari perusahaan raksasa di Silicon Valley untuk membeli saham di Telegram. Sebab, menurut Durov, Telegram bukan institusi untuk mencetak laba tetapi sebagai sebuah platform terbuka yang menyerupai yayasan (charity).
Telegram, kata Durov, juga akan mulai dimonetisasi pada tahun depan. Namun, modal yang dikumpulkan hanya akan digunakan untuk mendanai rencana ekspansi.
Tidak seperti VK, media sosial ciptaan Durov yang diakuisisi oleh konglomerat Rusia yang dekat dengan pemerintahan Vladimir Putin senilai US$ 300 juta, Telegram tidak akan dilepas pada harga berapapun. “Bahkan untuk US$ 20 miliar, Telegram tidak dijual. Itu jaminan dari saya seumur hidup,” katanya.
Durov mengklaim beberapa perusahaan raksasa dari Silicon Valley, Amerika Serikat, telah mendekatinya untuk memiliki sebagian saham Telegram. Mereka menaksir valuasi Telegram pada kisaran US$ 3 miliar—US$ 5 miliar.
Telegram adalah ciptaan Durov bersama adiknya, Nikolai. Platform media sosial yang diklaim anti-retasan tersebut saat ini sudah punya 180 juta pengguna, 40 juta di antaranya berlokasi di Iran.
Deutsche Bank sebelumnya memprediksi setidaknya ada 30 sentimen negatif yang akan mempengaruhi pasar keuangan di tahun 2018 mendatang. Salah satunya, adalah investasi yang saat ini tengah ramai dibicarakan yakni mata uang virtual Bitcoin.
Kepala Ekonomi Internasional Deutsche Bank, Torsten Slok, mengatakan booming Bitcoin tahun ini dapat menimbulkan risiko nyata bagi pasar yang lebih luas tahun depan. Selain Bitcoin, ada beberapa risiko lainnya yang bisa mempengaruhi pasar. "Yaitu inflasi AS yang lebih tinggi dan ancaman Korea Utara," ucapnya seperti dikutip dari CNBC, Senin, 11 Desember 2017.
Bitcoin telah muncul sebagai fenomena keuangan tahun ini karena valuasi mata uang digital tersebut sempat menyentuh angka US$ 19.000 pekan lalu. Pasar juga belum memiliki harga yang tepat sehingga Bitcoin dinilai bisa memiliki dampak yang lebih besar tahun depan. "Selama ini pasar masih belum melihat dampak besar yang bisa ditimbulkan oleh fenomena Bitcoin ini," ujar Slok.