TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan pengusutan perkara pencucian uang pada kejahatan perikanan masih menemui berbagai hambatan. Inspektur Jenderal KKP, Muhammad Yusuf, menyebut salah satu hambatan adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau UU TPPU belum pernah dikenakan pada pelaku illegal fishing.
"KKP tidak berwenang menangani TPPU," katanya usai membuka acara The International Fish Force Academy of Indonesia (IFFAI) ke-2 di kantor pusat KKP, Jakarta Pusat, Senin, 11 Desember 2017.
Baca juga: Banyak Illegal Fishing, Jokowi: Untung Kita Punya Bu Susi
Mantan Ketua Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut mengatakan, dalam Pasal 74 UU TPPU, yang berhak menangani pidana pencucian uang adalah Kepolisian, Kejaksaan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), atau Bea Cukai. "Satgas (Satuan Tugas 115) tidak masuk," tuturnya.
Upaya KKP untuk memperluas jerat bagi pelaku kejahatan bidang perikanan sebenarnya telah dimulai sejak awal 2015. KKP menggandeng PPATK, yang masih dipimpin Muhammad Yusuf, untuk menjerat pelaku illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal melalui pasal pencucian uang. Satuan tugas pemberantasan illegal fishing atau yang biasa disebut Satgas 115 pun dibentuk pada Oktober 2015, dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
Namun upaya tersebut belum maksimal. Sehingga sampai saat ini, belum ada perkara kejahatan perikanan yang diteruskan hingga pencucian uang. "Untuk penelusuran follow the money, belum pernah diungkap, tapi kami tetap kirim surat ke PPATK," kata Yusuf.
Koordinator Staf Khusus Satgas 115, Mas Achmad Santosa, mengatakan sejumlah hasil sebenarnya telah didapat, semenjak kerjasama antara KKP dan PPATK tahun 2015 tersebut. Namun baru terfokus pada aspek digital forensik.
Sementara aspek pencucian uang yang berujung pada penyitaan aset, sama sekali belum pernah dilakukan pada pelaku illegal fishing. Penyitaan kapal pencuri ikan selama ini oleh KKP, kata Achmad, baru sebatas penyitaan barang bukti, belum sampai pada penyitaan aset-aset di baliknya. "Ini cukup complicated (rumit), kalau kapalnya dari asing, tentu pemiliknya dari luar Indonesia, jadi susah," ujarnya.