TEMPO.CO, Jakarta - Mulai tahun 2018, perusahaan retail PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (Alfamart) berencana mengkustomisasi toko-toko yang ada, khususnya di sisi produk yang dijual. Dengan begitu, barang-barang di suatu daerah bisa jadi akan berbeda dengan yang dijual di wilayah lain karena disesuaikan dengan profil pelanggan.
"Kalau di Jakarta, mungkin susu harga Rp 200.000 bisa laku, tapi kalau di daerah lain mungkin tidak bisa dipaksakan," Direktur Pemasaran Alfamart, Ryan Alfons Kaloh di sela-sela acara Markplus Conference 2018, Kamis, 7 Desember 2017. "Ngapain? Sama-sama rugi. Dari supplier kena retur, konsumen rugi, dan kami juga jadi beban stok."
Baca: Alfamart Jalin Kemitraan dengan Warung Kecil, Seperti Apa?
Namun Ryan belum bisa memastikan kapan tepatnya program itu bakal dimulai. Yang pasti, perubahannya akan dilakukan secara bertahap karena jumlah gerai Alfamart sudah mencapai lebih dari 13.168 unit.
Transformasi tersebut masih dari sisi produk yang ditawarkan, belum menyentuh aspek desain gerai. Perseroan menyatakan saat ini masih dilakukan kesiapan infrastruktur, sistem, serta pembicaraan dengan pemasok.
Perubahan ini menjadi salah satu strategi yang dijalankan Alfamart untuk menjaga relevansi dengan konsumen, sekaligus mengurangi beban inventori alias beban stok. Apalagi, sektor ritel Tanah Air masih mengalami perlambatan pertumbuhan.
Untuk mendukung rencana tersebut, perseroan menggunakan basis data transaksi yang sudah dikumpulkan. Saat ini, pelanggan yang memiliki keanggotaan di Alfamart sudah mencapai 8,5 juta orang. Per harinya, tercatat terdapat 4 juta konsumen yang bertransaksi di jaringan minimarket itu.
Saat ini, kata Ryan, sekitar 20-22 persen transaksi datang dari member. "Tetapi, jumlah member kami masih jauh di bawah membership retail di negara-negara lain," ucapnya.
Sebagai perbandingan, Ryan menyebut program keanggotaan retail di Brasil sudah mencapai 100 juta orang dan di Australia sekitar 25 persen penduduknya sudah menjadi anggota perusahaan retail. Namun, Alfamart tidak menyampaikan target jumlah keanggotan dan hanya menyampaikan akan memaksimalkan jumlah anggota eksisting.
Hal lain yang dilaksanakan adalah melanjutkan pengembangan dan penetrasi di sisi digital. Selain memiliki platform sendiri seperti Alfa Gift, perseroan juga bekerja sama dengan pihak lain yaitu Line.
Dari promo yang dibagikan lewat berbagai platform digital, baik berupa potongan harga atau kupon voucher, lebih dari 150 juta di antaranya digunakan oleh konsumen. Kontribusi penjualannya diklaim mencapai Rp 450 miliar.
Laporan keuangan kuartal III tahun 2017 menunjukkan pendapatan perseroan mencapai Rp 45,6 triliun. Angka tersebut naik 10,22 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sekitar Rp 41,37 triliun.
Pekan depan, rencananya Alfamart juga bakal meluncurkan kembali Alfa Gift versi terbaru. Aplikasi itu disebut memiliki fitur-fitur baru dan dikombinasikan dengan sistem membership yang sudah ada.
Alfamart menilai pemanfaatan teknologi dan digitalisasi sebagai hal yang sangat penting. Pasalnya, dalam beberapa tahun mendatang generasi milenial akan makin mendominasi. Jika peritel tidak bisa mendekati dan menggarap segmen ini, maka pasti bakal tertinggal.
Di sisi lain, Alfamart juga mengaku belum berencana mencari pasar lain di luar negeri. Saat ini, negara yang sudah menjadi sasaran ekspansi baru Filipina. Jumlah gerai di negara itu telah mencapai 340 unit.