TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menilai harus ada perlindungan dan peringatan tertentu terhadap masyarakat yang menggunakan mata uang digital seperti Bitcoin. Sebab mata uang jenis baru ini semakin banyak digunakan masyarakat meski telah ada larangan dari Bank Indonesia (BI), sebagai satu-satunya otoritas moneter.
Sri Mulyani khawatir jika penggunaan Bitcoin akan merugikan masyarakat. "Jangan sampai ada bubble (gelembung), kami tidak harapkan itu," katanya di sela-sela kegiatan 7th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di Jakarta, Kamis, 7 Desember 2017.
Baca Juga:
Bank Indonesia (BI) tidak berubah sikap terhadap larangan penggunaan mata uang digital sebagai alat pembayaran. BI bahkan mempersilahkan pihak-pihak yang tetap menggunakan mata uang digital, untuk menanggung sendiri resikonya. "Itu bukan alat pembayaran resmi," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Desember 2017.
Sri Muluani tidak mengomentari lebih lanjut keberadaan mata uang digital seperti Bitcoin dan yang lainnya. Jika mata uang ini bersaing dengan rupiah, ujarnya, tentu BI harus memberikan peringatan. "Namaun kalau sebagai investasi, maka OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang harus bersikap," kata Sri.
Di Indonesia sendiri, salah satu mata uang digital yang cukup populer yaitu Bitcoin. Mata uang digital ini bisa diakses melalui portal bitcoin.co.id. Dalam beberapa hari terakhir, nilai satu Bitcoin terus menanjak. Terakhir pada Rabu kemarin, nilai tukar untuk satu Bitcoin menyentuh Rp 185 juta. Alhasil, sebagian masyarakat pun menjadikan Bitcoin sebagai pilihan investasi.
Namun Sri Mulyani berpendapat investasi seperti Bitcoin memang sering dimunculkan. Nilai yang terus naik akhirnya membuat masyarakat meliriknya. "Jadi ini yang harus diaddress (dibicarakan)," ujarnya.