TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai tarif kereta bandara Soekarno-Hatta yang diajukan oleh pemerintah sebesar Rp 100 ribu masih terlalu mahal. Apalagi, ika dibandingkan dengan transportasi lain yang telah ada sebelumnya.
“Ya gimana kalau pakai Bus DAMRI itu Rp. 40 ribu dan taksi juga kalau pergi berlima, juga hampir serupa. Berat, ya mahal,” kata Agus kepada Tempo pada Rabu, 6 Desember 2017.
Baca juga: Kereta Bandara Diresmikan Jokowi Pekan Depan, Tarif Coba Ditekan
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, sebelumnya mewacanakan bahwa harga tiket kereta api bandara sebesar Rp 100 ribu. Jika memungkinan harga tiket bisa kurang dari itu. Budi menambahkan rencana tarif Rp100 ribu belum final, artinya masih bisa didiskusikan dengan PT Kereta Api Indonesia dan PT Railink selaku operator.
"Ini tarif KA sedang kita pelajari, kemarin Presiden memang menyatakan mungkin agak terlalu mahal dan kita akan kaji dengan suatu angka yang lebih bersahabat," kata Budi pada Selasa, 5 Desember 2017.
Agus memberikan cara-cara menghitung perkiraan biaya yang dianggap tepat terkait tarif kereta bandara tersebut. Menurut dia, tarif kereta bandara tersebut harus lebih murah daripada menggunakan moda transportasi taksi jika seseorang pergi sendiri.
“Kalau ngga seperti itu dia ngga akan naik. Kalau couple (berdua) kurang lebih sama lah. Minimal itu aja yang jadi patokan,” kata Agus.
Dalam kasus itu Agus memberikan contoh. Asumsinya, jika salah satu penumpang misalnya naik dari Stasiun Dukuh Atas ke bandara Soekarno-Hatta, maka harga yang ditawarkan oleh kereta api hampir sama jika dia naik taksi, maka kemungkinan penumpang menggunakan taksi juga akan tinggi.
Selain soal tarif, Agus juga menilai bahwa kereta bandara juga harus cepat dan tepat waktu dibandingkan dengan moda transportasi lain. Pertimbangan tersebut juga menjadi alasan bagi para pengguna untuk memilih menggunakan kereta atau moda transportasi lainnya.