TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menyatakan industri mainan memiliki prospek yang menjanjikan meski bisnis ritel sedang lesu. "Ekspor komoditas mainan sampai dengan September 2017 mencapai US$ 228,39 juta (atau sekitar Rp 3 triliun dengan kurs Rp 13.526 per dolar AS) ,” katanya dalam siaran pers, Senin, 4 Desember 2017.
Hal itu disampaikan menanggapi lesunya bisnis ritel mainan global seperti Toys R Us yang menutup 25 gerainya di Inggris. "Toys R Us (tutup gerai) di Inggris, bukan di Indonesia," kata Airlangga.
Airlangga berujar, saat ini toko ritel mainan di Indonesia masih ramai. Selain itu, ia mengatakan beberapa faktor lain yang membuatnya yakin akan perkembangan industri mainan di Indonesia karena mampu menyerap banyak tenaga kerja dan merangkul banyak Industri Kecil dan Menengah (IKM). "Seperti PT Mattel Indonesia yang mempekerjakan 10 ribu tenaga kerja."
Lebih lanjut, ia mengatakan, berdasarkan banyaknya suplai, industri ini mampu mendorong industri lain, seperti tekstil dan pengemasan. ”Total tenaga kerja yang terkait sektor industri ini bisa mencapai 100 ribu tenaga kerja,” ujar dia.
Rencana penutupan perusahaan peritel mainan asal Amerika Serikat, Toys R Us merupakan bagian dari kesepakatan untuk menegosiasikan kembali hutang yang harus dibayarnya kepada tuan tanah. Kesepakatan itu juga harus disepakati oleh 75 persen krediturnya.
Berdasarkan laman BBC, Toys R Us telah bersiap untuk menutup seperempat jumlah gerainya yang tersebar di Inggris. Jaringan toko ritel Amerika Serikat ini tepatnya akan menutup 25 dari 106 gerainya yang ada.
Sebelumnya, analis ritel Insight With Passion, Kate Hardcastle, mengatakan bahwa Toys R Us terkena dampak meningkatnya e-commerce sehingga menyebabkan bisnis ritel lesu. Sebab, kata dia, saat ini pelanggan lebih nyaman membeli mainan dan elektronik secara online.
Hardcastle berujar tantangan yang dihadapi Toys R Us adalah masalah umum pengecer. Dia berujar setiap perusahaan akan mengurangi ukuran toko mereka terkait hal ini. "Dalam 24 bulan ke depan akan lebih banyak berita semacam ini," ujar Hardcastle.
Menurut Hardcastle, Toys R Us terjebak di antara rentang harga yang jauh dengan harga dari ritel online yang lebih rendah. Selain itu, kata dia, perusahaan ini juga melakukan promosi antara lain teatrikal dan hiburan yang juga ditawarkan toko mainan lain seperti Hamleys, Lego, dan Disney. "Toys R Us tidak cocok dengan salah satu pemasaran seperti ini," ucapnya.
JENNY WIRAHADI | DEWI RINA