TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Toys R Us bersiap untuk menutup seperempat jumlah gerainya yang tersebar di Inggris. Jaringan toko ritel Amerika Serikat ini tepatnya akan menutup 25 dari 106 gerainya yang ada.
Seperti dikutip dari BBC, Minggu, 1 Desember 2017, penutupan gerai tersebut merupakan bagian dari kesepakatan untuk menegosiasikan kembali hutang yang harus dibayarnya kepada tuan tanah. Kesepakatan itu juga harus disepakati oleh 75 persen krediturnya.
Analis ritel Insight With Passion, Kate Hardcastle, mengatakan bahwa Toys R Us terkena dampak meningkatnya e-commerce. Sebab, kata dia, saat ini pelanggan lebih nyaman membeli mainan dan elektronik secara online.
Hardcastle berujar tantangan yang dihadapi Toys R Us adalah masalah umum pengecer. Dia berujar setiap perusahaan akan mengurangi ukuran toko mereka terkait hal ini. "Dalam 24 bulan ke depan akan lebih banyak berita semacam ini," ujar Hardcastle.
Menurut Hardcastle, Toys R Us terjebak di antara rentang harga yang jauh dengan harga dari retail online yang lebih rendah. Selain itu, kata dia, perusahaan ini juga melakukan promosi antara lain teatrikal dan hiburan yang juga ditawarkan toko mainan lain seperti Hamleys, Lego, dan Disney. "Toys R Us tidak cocok dengan salah satu pemasaran seperti ini," ucapnya.
Baca: Termasuk E-Commerce, Pajak Airbnb Dibahas Secara Komprehensif
Dalam penutupan gerai ini, perusahaan Toys R Us di Inggris meminta persetujuan dari dewan direksi dan perusahaan induk di AS untuk berbicara dengan tuan tanah. Perusahaan restrukturasi spesialis Alvares & Marsal dipahami dapat menyusun Company Voluntary Arrangement (CVA) untuk mereka.
Toys R Us adalah perusahaan ritel mainan yang memiliki sekitar 3.000 pekerja. Juru bicara Toys R Us tidak berkomentar mengenai proses CVA, penutupan toko, serta hilangnya ratusan lapangan pekerjaan.
SYAFIUL HADI | BBC