TEMPO.CO, Denpasar - Ketua Asosiasi Agen Wisata dan Perjalanan (ASITA) Bali, I Ketut Ardana, mengakui aktivitas erupsi Gunung Agung menyebabkan kondisi pariwisata di Bali merosot. Khususnya, kata dia, ketika Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai sempat ditutup.
Meskipun demikian, Ardana menilai erupsi Gunung Agung adalah peristiwa langka yang menarik untuk dinikmati. "Wisatawan tertarik. Memang ada turis tertentu yang special interest," katanya, Jumat, 1 Desember 2017.
Baca juga: Erupsi Gunung Agung, Wisata Arung Jeram di Karangasem Ditutup
Namun, menurut Ardana para turis yang tertarik melihat aktivitas Gunung Agung harus berada di radius yang aman. Ia mencontohkan semisal di kawasan Sanur, Denpasar.
"Sanur tempat turis menginap, pasti banyak yang ingin melihat (Gunung Agung). Jadi, otomatis turis juga akan manfaatkan itu, karena Sanur kan sudah pasti aman," ujarnya. Tetapi, Ardana tak menampik banyak juga turis yang nekat ingin menikmati pemandangan Gunung Agung dari radius 10 kilometer.
Menurut Ardana walaupun turis manca negara tertarik ingin menikmati pemandangan aktivitas Gunung Agung, namun pihaknya tidak menyediakan paket wisata untuk itu. "Travel agen tidak secara khusus mempromosikan," katanya.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa Indonesia bisa belajar dari Islandia. Sutopo menjelaskan bahwa Islandia pernah mengelola letusan gunung menjadi obyek wisata.
"Gunung Eyjafjallajokull yang erupsi mendatangkan jutaan turis dari seluruh dunia. Publikasi mengenai erupsi gunung berkontribusi pada lonjakan wisatawan yang datang ke Islandia," ujarnya.
Namun menurut Sutopo wisata bencana perlu dikelola dengan baik. Persiapan wisatawan sebelum berkunjung dan rambu-rambu yang menunjukkan zona bahaya perlu disosialisasikan. Terkait penanganan pengungsi, kata dia, pemenuhan kebutuhan mereka tetap kewajiban yang tak bisa ditinggalkan.
"Apabila dua hal ini dapat dipenuhi, maka letusan gunung bisa menjadi obyek wisata tanpa mengabaikan pengungsi. Tak hanya pengungsi yang terbantu, namun juga kehidupan orang di Bali yang sebagian besar hidup dari kegiatan pariwisata," tuturnya.
Bagi Sutopo bila pengelolaan tersebut berjalan dengan baik, maka terjalin harmoni antara wisatawan dan pengungsi. Wisatawan, kata dia, bisa menikmati pemandangan langka. "Pengungsi pun tak hanya merana di lokasi pengungsian, mereka bisa menerima pelukan dan uluran tangan dari para wisatawan," katanya.
Saat ini zona bahaya Gunung Agung adalah radius 8 kilometer. Adapun perluasan sektoral 10 kilometer ke arah Utara-Timur Laut dan Tenggara-Selatan-Barat Daya.