TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia akan mengeluarkan aturan mengenai penyedia jasa keuangan berbasis digital alias teknologi finansial (fintech), pekan depan. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Enny V. Panggabean menuturkan dalam aturan tersebut BI akan tegas melarang penggunaan mata uang Bitcoin oleh penyedia jasa sistem pembayaran, seperti bank.
“Larangan penggunaan Bitcoin sudah ada di aturan BI PPT (Penyelenggara Pemrosesan Transaksi). Dalam aturan fintech akan lebih diperjelas lagi,” kata dia di Cimanggis, Depok, Kamis, 30 November 2017.
Enny menjelaskan bagi penyedia jasa sistem pembayaran yang melanggar akan diberikan sanksi tegas. Enny tidak menjelaskan detail sanksi yang akan diberikan oleh BI. “Jadi kalau ada bank berani transaksi Bitcoin kami akan kenakan sanksi keras,” kata dia.
Enny menuturkan aturan tersebut tidak mengatur transaksi Bitcoin antar individu. Enny menimbang untuk larangan transaksi Bitcoin oleh individu mungkin perlu berkoordinasi dengan kepolisian. “Penggunaan Bitcoin di Indonesia lebih sering dilakukan untuk kejahatan, pembelian data pribadi dan pembelian kloning data kartu kredit,” kata dia.
Enny mengetahui saat ini Bitcoin sedang riuh dibicarakan masyarakat. Dia mengakui pihaknya sulit memantau penggunaan Bitcoin antar individu. Dia mengatakan masyarakat sebaiknya tahu dalam Undang-Undang Mata Uang diatur dengan jelas bahwa mata uang yang diakui di Indonesia hanya Rupiah.
Enny menuturkan masyarakat biasanya memperlakukan Bitcoin sebagai komoditas dagang. Dia mengatakan harga Bitcoin sangat bergejolak karena suplainya yang hanya 21 juta, sementara permintaannya tidak jelas. “Yang jelas ini kami larang,” kata dia.
Bitcoin merupakan mata uang kripto yang diciptakan pada 2009. Bitcoin memperbolehkan kepemilikannya tanpa identitas alias anonim.
Sejak diterbitkan nilai tukar Bitcoin cenderung terus mengalami kenaikan. Nilai tukar Bitcoin mencapai rekor baru sekitar US$ 11 ribu dolar atau sekitar Rp 148,5 juta per keping.