TEMPO.CO, Jakarta - General Manager PT Angkasa Pura I Yanus Suprayogi menyebut sejumlah alasan dibukanya kembali Bandar Udara (Bandara) I Gusti Ngurah Rai. Pembukaan Bandara Ngurah Rai itu didasarkan dari hasil evaluasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
"Kami sudah melakukan persiapan melihat pergerakan abu vulkanik, setiap enam jam evaluasi. Sebelum pukul 15.00 Wita kami harus siap, terkait dengan proses pemberangkatan dan penumpukan penumpang kami atur semuanya," ujarnya, Rabu, 29 November 2017.
Baca: AirNav Terbitkan NOTAM, Bandara Ngurah Rai Kembali Dibuka
English version: Bali's Mount Agung Eruption: International Flights Disrupted
Pernyataan tersebut menanggapi pembukaan kembali Bandara Ngurah Rai. Kepala Otoritas Bandara Ngurah Rai Herson mengatakan bandara dibuka pukul 15.00 Wita, setelah sebelumnya dilakukan rapat evaluasi pada pukul 13.00 Wita.
Menurut Kepala Stasiun Meteorologi Ngurah Rai Bambang Hargiyono, sebaran abu vulkanik Gunung Agung telah berubah. "Yang tadinya dari timur laut mengarah ke barat daya, atas wilayah Bandara Ngurah Rai, sekarang berubah menjadi dari utara mengarah ke selatan, yaitu laut di antara pulau Bali dan Lombok," ucapnya.
General Manager AirNav Eko Setiawan menyebutkan, setelah Bandara Ngurah Rai dibuka, pengaturan akan diprioritaskan bagi pesawat yang akan ke luar Bali. "Namun dalam hal ini status bandara yang sudah buka, kami mempersilakan untuk keseluruhan tanpa terkecuali, jadwal pesawat yang datang dan berangkat," katanya. Ia menambahkan AirNav sudah siap ihwal komunikasi dan navigasi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelumnya Bandara Ngurah Rai ditutup hingga Kamis, 30 November 2017, pukul 07.00 Wita. Bandara Ngurah Rai dibuka berdasarkan simpulan Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) yang sudah turun dari merah ke oranye.