TEMPO.CO, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, prinsipnya tidak keberatan dengan pengunaan dana bagi hasil cukai rokok untuk menambal defisit anggaran BPJS Kesehatan. “Kalau dana cukai rokok itu digunakan untuk urusan-urusan kesehatan, itu saya kira sudah tepat,” kata dia di Bandung, Rabu, 29 November 2017.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan, mengatakan, dampak penggunaan rokok berakibat besar bagi kesehatan. “Kemudian cukainya untuk mengelola dampak tersebut sudah tepat. Hanya saja, kita tetap menginginkan pengelolaan dananya itu untuk yang bersifat preventif,” kata dia.
Simak: Alasan Pemerintah Naikkan Cukai Rokok 10,04 Persen
Saat dana tersebut digunakan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan, dana itu diminta tetap seimbang penggunaannya. “Kita seimbangkan saja kebutuhan utnuk preventif, dan kebutuhan untuk kuratifnya. Dana cukai rokok saya anggap tidak masalah,” kata Aher.
Hanya saja soal konsekwensinya terjadi pemotongan anggaran bagi hasil daerah, Aher enggan mengomentarinya. “Normatifnya begitu. Urusan pemotongan, saya gak tahu,” kata dia.
Aher mengatakan, memilih menunggu kepastian kemunginan adanya pemotongan dana transfer ke daerah akibat dipergunakan untuk menambal defisit anggaran BPJS Kesehatan. “Kita lihat dulu. Kita harus pikirkan,” kata dia.
Begitu juga soal wacana daerah ikut urunan menutup deifisit BPJS Kesehatan. “Kita lihat dulu,” kata Aher.
Aher mengatakan, soal defisit anggaran BPJS termasuk wacana adanya iuran daerah itu belum jadi bahasa di Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia. “Belum ada,” kata dia.
Sebelumnya, pemerintah tahun ini akan menambal defisit dari dana bagi hasil cukai rokok. "Kontribusinya masih ada ruang dari cukai rokok," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia memperkirakan dana bagi hasil cukai rokok dan pajak rokok daerah mencapai Rp 5 triliun. "Jadi, kami bisa gunakan sekitar 75 persen."
AHMAD FIKRI