TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan pembentukan induk usaha (holding) perusahaan pelat merah di sektor pertambangan mempunyai tiga tujuan. Rini menuturkan tujuan pertama holding BUMN tambang ini adalah untuk mendorong hilirisasi sektor industri tambang. “Salah satunya adalah untuk mengembangkan produk akhir hasil tambang seperti alumunium,” kata dia di Jakarta, Selasa, 28 November 2017.
Untuk mencapai hilirisasi produk tambang, Rini mengatakan BUMN perlu memiliki neraca keuangan yang seimbang. Dengan holding ini, kata dia, keseimbangan neraca keuangan BUMN akan semakin kuat. “Itu yang kami dorong. Misalnya dengan memproses timah jadi piuter."
Baca: Holding BUMN Tambang Diresmikan 29 November 2017
Tujuan kedua, kata Rini adalah untuk mengakumulasi modal BUMN guna membeli divestasi saham PT Freeport. Rini yakin dengan holding BUMN akan mampu membeli saham Freeport. “Mampu dong. Ini masih negosiasi. Mudah-mudahan bisa selesai,” kata dia.
Selain itu, Rini mengatakan tujuan ketiga adalah untuk melakukan efisiensi. Efisiensi itu misalnya untuk pengadaan kebutuhan alat berat industri pertambangan. Dengan holding BUMN, Rini mengklaim investasi alat berat akan lebih efisien. “Jadi tinggal grouping saja, alat beratnya bisa dipindah-pindah,” kata dia.
Rini mengatakan ke depannya dia juga berencana melakukan holding BUMN di sektor minyak dan gas, serta sektor perbankan. Dia menargetkan holding di kedua sektor itu akan selesai pada kuartal I 2018. “Semoga BUMN semakin sehat. Semakin bagus,” kata dia.
Holding BUMN tambang, menurut Rini, bukan bertujuan untuk menambah kapasitas berutang. Menurut dia tanpa adanya holding pun sudah ada utang. “Enggak ada perbedaannya. Kalau utang, tanpa holding pun bisa,” kata dia.
Sebelumnya, holding BUMN tambang resmi terbentuk lewat terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke Dalam Saham Perusahaan Perseroan PT Indonesia Asahan Alumunium pada 14 November 2017.
Pemerintah secara resmi menunjuk Inalum sebagai induk usaha BUMN tambang melalui PP tersebut. Inalum akan mengepalai PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk, serta memegang saham minoritas PT Freeport Indonesia yang sebelumnya dipegang pemerintah.
Rencananya PT Antam, Bukit Asam dan Timah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 29 November 2017 untuk membahas persetujuan pemegang saham soal perubahan status perusahaan dari persero menjadi bukan persero.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri sebelumnya menyatakan khawatirholding BUMN tambang ini akan menjadi cikal bakal super holding yang meniru contoh perusahaan di Singapura dan Malaysia. Sebab saat ini ada 118 BUMN dengan karakteristik dan sejarah yang berbeda. Nantinya, dengan ada satu holding hanya akan ada satu solusi atau satu resep melalui untuk keseluruhan.
Faisal juga menyebutkan soal tambang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum bukan perusahaan tambang. "Tidak ada tambangnya di Asahan itu, jd dia bukan tambang, itu adalah hilir dari tambang," katanya.
Sinergi sejumlah perusahaan di holding BUMN tambang tersebut juga dipertanyakan. "Sinerginya di mana? Tidak ada. Struktur pasarnya beda. Ini kawin paksa namanya," ujar Faisal. Ditambah lagi holding seperti Perkebunan Nusantara atau PTPN gagal karena tak ada sinergi antara perusahaan karet dan sawit. "Back to basic saja, tidak usah aneh-aneh."
HENDARTYO HANGGI