TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berharap, Peraturan Menteri tentang OTT (Over The Top) bisa segera terbit pada akhir tahun 2017. “Menjelang akhir Desember 2017 mudah-mudahan sudah selesai,” kata Rudiantara saat ditemui di Gedung Komisi I DPR RI, Jakarta pada Selasa, 28 November 2017.
Pemenrintah, dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih dalam tahap penyiapan aturan tentang penyediaan layanan aplikasi atau konten melalui Internet, alias over the top (OTT).
Simak: Regulasi OTT, Rudiantara Tunggu Konsultasi Publik
Rudiantara menilai, Over The Top (OTT) akan menangani isu tantangan logistik, keamanan siber, perpajakan, dan penanganan konten yang menyebar melalui perusahaan OTT, seperti Google, Twitter, dan Facebook. Beleid ini nantinya juga akan mengatur pajak serta mewajibkan perusahaan OTT memiliki Badan usaha Tetap (BUT).
Ia menjelaskan, perumusan OTT akan ditujukan untuk 3 hal, yaitu customer service, aspek hak dan kewajiban hukum (right and obligation), dan isu fiskal atau perpajakan. “Ini pasar Indonesia, customer service harus ada,” ujar dia.
Terkait isu perpajakan untuk perusahaan OTT, Rudiantara tak mengetahui apakah akan disamakan dengan pajak e-commerce atau tidak. Rudiantara mengatakan, hal itu masih dibicarakan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia mengaku otoritas untuk permasalahan ini ada di Kemenkeu. “Saya tak bisa menetapkan, itu wilayah Kemenkeu,” katanya.
Rudiantara juga berujar, sebelum Peraturan Menteri tentang OTT terbit, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran perihal OTT pada April 2016 lalu. Dalam surat edaran itu, Rudiantara mengimbau pelaku usaha OTT membentuk badan usaha tetap, baik dalam bentuk perusahaan lokal maupun penanaman modal asing. “Woro-woro sudah satu setengah tahun melalui surat edaran yang dikirim,” ujar Rudiantara.
Jika pelaku usaha OTT berbentuk penanaman modal asing, mereka diwajibkan melampirkan izin prinsip atau izin usaha tetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, melaporkan jenis layanan OTT yang disediakan, dan pusat kontak informasi yang berada di Indonesia.
Selain itu, Kominfo juga telah bekerja sama dengan Google Asia Pacific dan sejumlah penyedia layanan Internet maupun aplikasi lain di industri over the top (OTT) dengan tujuan menghalau konten negatif, seperti radikalisme, terorisme, pornografi, dan hoax.
Rudiantara menuturkan Google telah berkomitmen mendukung tujuan tersebut dan melakukan prosesnya secara transparan.
JENNY WIRAHADI