TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyatakan nilai utang Indonesia, yang digunakan untuk proyek infrastruktur, masih dalam kategori wajar. Bahkan, dalam hitungannya, JK menyebutkan utang Indonesia masih jauh dari batas maksimum.
Meski begitu, JK berharap persentase utang terhadap produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) tidak naik lagi. Idealnya, kata dia, persentase utang terhadap GDP stop di angka 28 persen atau di bawah 30 persen. Lebih dari itu, menurut JK, sebaiknya jangan. "Negara kita enggak bisa seperti itu (utang berlebihan)," ujarnya saat wawancara khusus dengan Tempo, Rabu, 22 November 2017.
Baca: Penjelasan Sri Mulyani Soal Dana Infrastruktur Rp 4.700 Triliun
JK menyebutkan porsi utang masih dalam kategori wajar karena tidak terlalu besar apabila dibanding besaran GDP. Sejauh yang ia ingat, besaran utang Indonesia masih di bawah 30 persen dari GDP.
Sebagai catatan, Kementerian Keuangan sempat menyatakan batas maksimum utang Indonesia adalah 60 persen dari GDP. Juli lalu, utang Indonesia masih 28 persen dari GDP sehingga masih jauh dari status merah.
Karena itu, JK kembali menyebutkan besar utang saat ini masih normal. "Jadi, soal utang, itu biasa saja. Kan kita ada batasnya," ucapnya. "Kalau Anda lihat negara lain, malah ada yang sampai 100 persen, seperti Jepang." Pada 2017, persentase utang Jepang terhadap GDP lebih-kurang 230 persen.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, dicanangkan proyek infrastruktur besar-besaran. Proyek infrastruktur itu untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi serta menghilangkan ketimpangan ekonomi antara Indonesia bagian barat dan bagian timur.
Secara garis besar, proyek infrastruktur yang dicanangkan terdiri atas 1.000 kilometer jalan tol, 3.000 kilometer rel kereta, 24 pelabuhan, 15 bandara, dan 35 ribu megawatt pembangkit listrik.
Untuk mewujudkan proyek-proyek itu, Jokowi pernah menyatakan dibutuhkan anggaran lebih-kurang Rp 4.500 triliun. Ia juga mengharapkan sebagian di antaranya bisa ditutupi dengan investasi dari swasta.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan biaya infrastruktur lebih dari Rp 4.700 triliun untuk dua tahun ke depan. Masalahnya, anggaran pemerintah pusat dan daerah hanya sanggup menanggung 41,3 persen dari jumlah itu. Sedangkan BUMN hanya berkontribusi 22 persen dari total dana yang dibutuhkan.
"Kami masih butuh dana dari sektor swasta lebih dari Rp 1.700 triliun atau sekitar 36 persen dari total kebutuhan infrastruktur dari 2015 sampai 2019," kata Sri Mulyani saat menyampaikan sambutannya dalam sewindu PT Sarana Multi Infrastruktur di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, akhir Maret lalu.