INFO NASIONAL – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Irianto Lambrie menghadiri pertemuan bilateral yang difasilitasi oleh China Development Bank (CDB). Gubernur Kaltara hadir bersama dengan gubernur dan perwakilan dari provinsi yang masuk dalam skema kerjasama Global Maritime Fulcru (GMF) dan Belt Road Initiative (BRI) Indonesia-Cina, di Beijing, Cina, 20-24 November 2017.
Pertemuan Bilateral Kerjasama Indonesia - Cina, yang dirangkai Seminar Pembiayaan Pembangunan atau seminar on Development Finance & Cina-Indonesia Cooperation ini, dihadiri oleh puluhan delegasi dari Indonesia yang dipimpin oleh Deputi Bidang Pembangunan Infrastruktur, Ridwan Djamaluddin, mewakili Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan yang berhalangan.
Baca Juga:
Selain para gubernur dari provinsi yang masuk dalam skema GCF-BRI, ikut dalam rombongan para pejabat Eselon 1 dari Kementerian/Lembaga terkait, seperti Kemenko Ekonomi, Bappenas, BKPM, Kementerian Perindustrian dan lainnya. Dengan didampingi oleh Dubes RI untuk RRC, Soegeng Rahardjo.
“Hadir juga para Dirut/Pimpinan BUMN, serta para pengusaha/calon investor dari Indonesia dan Cina. Kebanyakan dari investor ini, adalah mereka yang telah menyatakan minatnya berinvestasi di Kaltara. Diantaranya, PT Kayan Hydro Energy, Sarawak Energy Berhad, Gezouba, dan beberapa lainnya,” kata Irianto melalui sambungan internasional.
Pertemuan ini, jelasnya, merupakan tindak lanjut dari program kerjasama bilateral bidang ekonomi antara Pemerintah Indonesia dan Cina melalui skema GMF - BRI yang juga sering disebut OBOR (One Belt and One Road) Initiative.
Baca Juga:
Gubernur mengungkapkan, dari pertemuan tersebut, akan menghasilkan beberapa kesepakatan, diantaranya mengenai proyek-proyek apa saja yang akan di-support pendanaannya oleh CDB, sebagai investasi di Indonesia. Terutama ke daerah-daerah yang masuk dalam skema kerja sama GMF-BRI, yang salah satunya adalah Kalimantan Utara.
“Pendanaan nantinya lebih banyak di bidang infrastruktur, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara dan power plan. Selain juga dikucurkan dalam bentuk investasi untuk pengembangan industry smelter, revenary oil, pertambangan, perkebunan, kemaritiman, pengembangan kota dan lain-lain,” kata Irianto.
Di samping membahas soal kerjasama di bidang investasi, dalam pertemuan kerjasama Indonesia - Cina di Beijing, juga dimanfaatkan Gubernur Kaltara untuk sekaligus mempromosikan potensi pariwisata Kaltara di negeri Tirai Bambu tersebut.
"Kaltara memiliki kekayaan yang luar biasa. Tidak hanya potensi sumber daya alam, namun Kaltara juga memiliki potensi pariwisata yang tidak di semua daerah ada," ujar Irianto.
Potensi itulah yang ikut dipromosikan dalam pertemuan di Beijing tersebut. Utamanya pariwisata di Kabupaten Malinau, Bulungan dan Nunukan yang punya potensi kultur dan budaya masyarakat, hutan alam konservasi, flora dan fauna, serta sungai-sungai yang besar, alami dan indah.
Seusai melakukan pertemuan bilateral, rombongan delegasi dari Indonesia, diajak oleh pihak CDB untuk mengunjungi, sekaligus belajar ke kawasan industri, Suzhou Industrial Park di Kota Suzhou, Cina.
Gubernur yang ikut dalam rombongan delegasi tersebut mengungkapkan, Suzhou Industrial Park yang dikunjungi, adalah merupakan kawasan industri yang mulai dibangun sejak 1994 silam atau sudah 23 tahun. Kini, di areal itu telah terbentuk sebuah kawasan industri di atas lahan seluas 25.000 hektare. “Sama dengan luasan yang kita siapkan untuk Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning-Mangkupadi di Kaltara,” kata Irianto.
Sejumlah industri ada di Suzhou Industrial Park. Di antaranya ada yang bergerak di produk-produk manufacturing, dry port, IT, furniture, biomedical, technology aquiment dan lain-lain. ”Bukan industri berat yang ada di sana,” tandasnya.
Selain kawasan industri, lanjut gubernur, di Suzhou Industrial Park juga ada pelabuhan internasional diatas sungai. Meski tidak begitu besar, pelabuhan tersebut sangat sibuk, rapi dan ramah lingkungan.
Suzhou Industrial Park, menurut keterangan pihak pengelola, dibangun atas kerjasama Cina dan Singapura yang dimulai sejak 1994. Dengan pendanaan dari CDB (China Development Bank).
“Saya menginginkan untuk di KIPI Tanah Kuning-Mangkupadi juga dibuat begini (seperti di Suzhou Industrial Park). Dengan konsep kerjasama Indonesia-Cina, dan badan pengelolanya langsung di bawah kendali negara. Saya akan usulkan ini ke pusat melalui kementerian terkaitnya,” kata Irianto lagi. Tak hanya kawasan industri dengan banyak pabrik hingga pelabuhan, di dekat kawasan industri tersebut, juga dibangun sebuah kota baru yang cantik, rapi dan bersih.
Penataan kota dibuat dan dibentuk sedemikian rupa, dengan tetap berbudaya khas kota tua Suzhou yang berbasis danau dan sungai. Hampir sama juga dengan Tanjung Selor. “Harapan kita, dan bukan hal tidak mungkin, kita optimis ke depan Kaltara, utamanya Tanjung Selor bisa seperti di Suzhou,” tuturnya.
Seperti diketahui, skema kerjasama GCF-BRI Indonesia-Tiongkok akan dilakukan di empat provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara dan terakhir masuk juga Provinsi Bali.
Di Kalimantan Utara, lanjut Irianto, melalui skema kerja sama ini difokuskan pada pengembangan investasi untuk pembangunan sektor perkebunan, hydro power, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta pengembangan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning-Mangkupadi. Termasuk juga rencana pembangunan kilang minyak.
Gubenur menyebutkan, nilai investasi melalui skema kerja sama ini sangat besar. Dari sejumlah kegiatan yang akan dilakukan di Kaltara, perkiraan investasinya mencapai US$ 45,98 miliar. Namun karena skala prioritas, dana investasi yang bakal diserap mencapai US$ 26,5 miliar atau sekitar Rp 355,1 triliun (dengan nilai kurs Rp 13 ribu per US$ 1).
Dibanding tiga provinsi lainnya, Kaltara berpotensi memperoleh pendanaan investasi yang paling besar. Seperti diketahui, kepada Sumatera Utara diperkirakan memperoleh US$ 17,2 miliar, Sulawesi Utara US$ 10,6 miliar dan Bali US$ 10,3 miliar.
Gubernur mengungkapkan, dari program-program tersebut, diutamakan tiga kegiatan prioritas, yaitu pembangunan kawasan industri dengan klaster khusus industri alumina dengan nilai investasi US$ 7 miliar, pembangunan PLTA di Sungai Kayan Bulungan (US$ 17,30 miliar), serta KIPI Tanah Kuning-Mangkupadi (US$ 1,68 miliar), salah satunya untuk membangun pelabuhan internasional. (*)