TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Pitra Setiawan mengatakan pemerintah telah menampung tuntutan para pengemudi ojek online yang meminta dibuatkan payung hukum atas keberadaan mereka. "Kami tampung apa yang menjadi aspirasi mereka," kata Pitra di Jakarta, Kamis, 23 November 2017.
Namun, kata dia, banyak aspek yang harus diperhatikan pemerintah untuk membuat regulasi mengenai ojek online yang menjadi transportasi umum. Selama ini, kendaraan roda dua dianggap belum layak menjadi angkutan umum karena pertimbangan sejumlah aspek, termasuk keselamatan dan konstruksi kendaraan.
Baca Juga:
Apalagi terdapat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang menjadi acuan pemerintah tidak memasukkan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum. "Untuk membuat aturan itu (ojek online dijadikan transportasi umum) harus mengubah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, dan itu tidak mudah," ucap Pitra.
Menurut dia, memang tidak ada larangan sepeda motor dijadikan sarana transportasi di dalam undang-undang tersebut. Namun pemerintah, saat membuat aturan ini, ingin memastikan keselamatan masyarakat. "Kami menilai kendaraan roda dua dijadikan angkutan umum belum memenuhi aspek keselamatan," tuturnya.
Baca: Ribuan Pengemudi Ojek Online Berdemo: Kami Mitra, Bukan Jongos
Ojek memang ada sejak lama dan dijadikan angkutan masyarakat. Namun sebenarnya ojek dulu hanya dijadikan angkutan yang sifatnya lokal karena suatu daerah tidak dapat diakses angkutan umum. "Sekarang online memang sudah bisa antarwilayah dan ini memang yang masih didiskusikan," katanya.
Jika ojek online dijadikan angkutan umum, harus ada instrumen kepastian pemeliharaan kendaraan sebagai salah satu kontrol keselamatannya seperti angkutan umum lain. Ihwal persaingan tarif dan kemitraan antara driver dan penyedia aplikasi akan dibahas dengan melibatkan beberapa kementerian.
"Pemerintah akan memikirkan aturan ini dengan matang. Dan yang penting juga melihat faktor keselamatan angkutan jika ojek online dijadikan angkutan umum," ujar Pitra.
Kemarin, ribuan pengemudi ojek online mengadakan unjuk rasa agar pemerintah membuat regulasi terkait dengan keberadaan mereka. Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan mengatakan enam perwakilan pengemudi ojek online telah menemui pihak Istana untuk membahas masa depan mereka.
"Tadi sudah disampaikan bahwa ojek online butuh kejelasan payung hukum. Enam orang telah menemui Deputi Kepala Staf Presiden Bidang Komunikasi Politik," kata Azas.
Ia menuturkan, dalam pertemuan tersebut, tim Presiden berjanji mempelajari tuntutan para pengemudi agar dibuatkan regulasi untuk ojek online. Sebab, sejauh ini tidak ada aturan yang menjadi payung hukum untuk transportasi ojek online tersebut.
"Larangan atau yang membolehkan transportasi ojek juga tidak ada," ucapnya.
Menurut dia, pemerintah mempunyai kewajiban melakukan pengawasan layanan transportasi yang diberikan pihak swasta kepada masyarakat agar aman dan nyaman. Untuk itu, diperlukan payung hukum sebagai landasan operasional ojek sebagai transportasi umum.
"Kami menuntut ojek online juga dibuatkan payung hukumnya, jangan hanya taksi online."