TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) meminta pemerintah membatalkan rencana membuka kembali keran ekspor kayu bulat atau gelondongan yang telah ditutup selama 16 tahun. "Rencana dibukanya ekspor kayu gelondongan sebuah kemunduran bagi bangsa ini," kata Ketua Bidang Organisasi DPP Asmindo Endro Wardoyo di Yogyakarta, Jumat, 24 November 2017.
Asmindo, kata Endro, sangat menyayangkan dan meminta Menteri Kehutanan untuk membatalkan rencana tersebut. Pasalnya keputusan kembali membuka keran ekspor kayu log itu bertentangan dengan instruksi Presiden Joko Widodo mengenai penghentian ekspor bahan mentah beberapa waktu lalu pada saat kunjungan kerja di Tokyo.
Baca: Kemenhut Pertimbangkan Kembali Buka Ekspor Kayu Bulat
Endro menyebutkan, Asmindo dengan tegas menolak. "Karena industri dalam negeri masih sangat membutuhkan bahan baku kayu sehingga lebih baik digunakan sendiri," ucapnya.
Kayu gelondongan, menurut Endro, lebih baik digunakan oleh industri dalam negeri karena akan memberi nilai tambah bagi pendapatan ekonomi masyarakat secara luas. Apalagi industri ini bersifat padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar.
Pembukaan ekspor kayu gelondongan saat ini dinilai tak tepat karena industri berbahan baku kayu dalam negeri yang sedang terpuruk karena tidak mampu bersaing dalam berbagai hal. "Dibukanya keran ekspor berarti memberi kesempatan kompetitor kita di luar negeri untuk membunuh industri kita di dalam negeri," ucap Endro.
Endro khawatir dengan dibukanya kembali keran ekspor kayu gelondongan bakal membuka peluang bagi mafia kayu yang saat ini jumlahnya sudah sangat sangat berkurang. Saat ini industri mebel nasional memiliki sejumlah masalah mulai dari ketidakpastian pasokan bahan baku, persaingan ketat dalam memperoleh bahan baku dan bahan baku kualitas rendah. "Tingginya harga bahan baku sehingga mempengaruhi daya saing industru mebel dan kerajinan kayu kita di pasar internasional," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mempertimbangkan untuk membuka keran ekspor kayu bulat kembali setelah melarangnya selama 16 tahun. Alasannya, harga kayu bulat yang jatuh di dalam negeri harus diangkat melalui ekspor.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono menyebutkan gagasan mencabut larangan ekspor kayu bulat sudah dikomunikasikan ke beberapa kementerian dan lembaga. Menurut dia, pengapalan log tidak bisa ditunda lagi jika melihat perkembangan saat ini.