TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan pihaknya belum menyampaikan pernyataan resmi tentang usulan pemblokiran situs Airbnb kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
"Mungkin temen-temen anggota PHRI secara enggak langsung yang mengadu ke Kemenkominfo. Tapi kalau secara resmi kita belum menyurati mereka," kata Hariyadi di Jakarta Convention Center, Kamis, 23 November 2017.
Adapun Hariyadi mengatakan, PHRI hanya telah menyurati Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani permasalahan pengenaan PPh 26 yang menurutnya harus dibayarkan oleh agen travel online (online travel agent/OTA) asing, seperti Agoda, Booking.com, dan Expedia.
Untuk Airbnb, Hariyadi mengatakan bahwa PHRI akan mengadukannya setelah permasalahan dengan OTA asing rampung.
Baca: Pengusaha Minta Airbnb Diblokir, Kominfo: Tunggu Keputusan Menteri
Hariyadi mengatakan keberadaan praktik bisnis penyewaan kamar non hotel berbasis aplikasi seperti Airbnb turut mengancam kelangsungan bisnis perhotelan di Indonesia. "Itu menggerus okupansi hotel," ujarnya.
Menurut dia, praktik bisnis tersebut membuat persaingan di industri perhotelan menjadi tidak sehat. Karena praktik bisnis yang dilakukan Airbnb belum mendapatkan regulasi yang jelas dari pemerintah.
Hariyadi menambahkan, berbeda dengan praktik sharing economy di bisnis transportasi, praktik sharing economy di bisnis penyewaan kamar seperti Airbnb dinilainya hanya akan menguntungkan segelintir pihak, khususnya kalangan menengah ke atas yang mengakomodasikan propertinya ke situs Airbnb.
"Saya juga yakin mereka enggak melaporkan pendapatannya ke Dirjen Pajak," kata dia. Hal tersebut, menurut Hariyadi dari PHRI, menjadi permasalahan yang dapat merugikan, baik bagi pemerintah maupun bagi pelaku industri hotel.
ERLANGGA DEWANTO | MWS