TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meragukan akurasi data harga dan stok sejumlah barang kebutuhan pokok yang diberikan kontributor Kementerian Perdagangan di daerah. Menteri Enggar menyebutkan para pemantau harga dan stok itu berasal dari sejumlah profesi termasuk pengelola pasar.
Saat memberi pengarahan pada para kontributor tersebut di gedung Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis, 23 November 2017, Enggartiasto mengaku kerap menemukan ketidaksesuaian data dengan situasi di lapangan. "Saya tidak meyakini karena saya turun ke bawah," kata dia.
Baca Juga:
Baca: Menteri Enggar Kurang Puas Penataan Produk Indonesia di Rusia
Enggartiasto menduga di pasar tradisional kerap terjadi proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli yang menjadi penyebab ketidakcocokan data survei dan kondisi riil. Data dari petugas pemantau pun diragukan akurasinya karena didapat tanpa memperhatikan aspek tersebut.
"Di pasar yang dinikmati pembeli dan penjual adalah tawar-menawar itu. Kalau ditawar (survei berdasarkan proses tawar-menawar) akan ditemukanlah harga yang sesuai dengan angka harga eceran tertinggi (HET)," ujar Enggartiasto.
Oleh karena itu, Enggartiasto meminta para kontributor Kemendag memberikan data yang berbasis penelitian terhadap konsumen. Hasil yang tidak teliti, ujar dia, bisa berujung pada kekeliruan pengambilan kebijakan.
Menteri Enggar pun menekankan perlunya data tunggal mengenai harga dan jumlah stok barang. Pasalnya, survei terkait tak hanya dilakukan Kementerian Perdagangan, tapi juga oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia.
"Belakangan kita sudah kirim data. Dengan cross (saling kirim) data diharapkan ada komunikasi intens soal di mana letak perbedaan (data masing-masing institusi)," ujar politikus Partai NasDem itu.