TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan pertumbuhan Ekonomi tahun depan bakal sama seperti sekarang. "Bergeming di 5 persen," kata dia di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu, 22 November 2017.
Dia mengatakan dalam beberapa tahun terakhir perekonomian Indonesia terus merosot lantaran minimnya sumber pengungkit perekonomian. "Persoalannya energi yang kurang, darah yang kurang, dan kekuatan jantung yang melemah."
Simak: Faisal Basri: Ekonomi Indonesia Makin Kontet
Maksudnya, saat ini sumber pengungkit yang ada, kata dia, hanya satu, yakni penerimaan devisa dari sektor pariwisata sebesar US$ 11 miliar. Namun, Faisal berujar penerimaan itu ludes dalam sekejap gara-gara defisit minyak US$ 11,2 miliar.
Kondisi itu juga diikuti oleh lesunya industri perbankan Indonesia. Penyaluran kredit perbankan relatif terbatas. Masyarakat juga lebih banyak menaruh uang di bank ketimbang belanja.
Ditambah lagi, kata Faisal, kemampuan penerimaan pajak juga terbatas. "Jadi ini gak sembarangan," ujarnya.
Untuk menyelesaikan perkara itu, Faisal mengatakan solusinya mesti struktural dan mendasar. "Jangan pakai doping, karena doping kan merusak tubuh," ujarnya. Penyelesaian itu tidak bisa instan dan diperkirakan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun.
Faisal berujar setelah dilakukan konsolidasi, barulah pada 2020 bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lepas landas. Dia meminta pemerintah tidak memaksakan pertumbuhan yang lebih tinggi tahun depan lantaran hasilnya diprediksi bakal tiada beda dengan sekarang.
"Dikonsolidasikan lah semua. Jalan tertib jangan ugal-ugalan. kalau ugal-ugalan hasilnya juga menyakitkan," kata Faisal Basri..
CAESAR AKBAR